Jumat, 28 Desember 2018

JANGAN SUKA MEMBERI GELAR YANG BURUK KEPADA SAUDARAMU



oleh: Ustadz Andy Fahmi Halim, Lc, M.H حفظه الله تعالى

Kemudahan berkomunikasi di zaman yang semakin maju ini, terkadang justru dimanfaatkan sebagian orang untuk melakukan hal yang sia-sia, bahkan dengan adanya media sosial menjadikan seorang bermudah-mudahan untuk merendahkan dan mengejek orang lain. 
Dengan niat bercanda atau sengaja, seseorang terkadang memberi gelar yang buruk kepada orang lain. Padahal Allah ﷻ berfirman:

وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ

 “Dan janganlah kalian saling memanggil dengan gelar (yang buruk)” [QS. Al-Hujuraat : 11].

Memberi gelar yang dilarang dalam ayat ini adalah memberi gelar yang buruk. Seperti memberi gelar dengan kekurangan yang ada pada dirinya. Misalnya si pincang, si gendut dll. 
Atau membuat plesetan nama seseorang dengan arti yang buruk, seperti orang yang namanya BAGUS , dipanggil BADUT . AGUS dipanggil dengan NAJIS , dll. Bisa juga dengan menyebut seseorang dengan BOD*H, G*ND*NG serta ucapan ucapan semisalnya. 

Selasa, 20 November 2018

Penting: KEMENANGAN TUSTAR vs SHOLAT SUBUH

Imam Ibnu Katsir menyebutkan dalam al bidayah wan nihayah juz ke tujuh bahwa Anas bin Malik radhiyallahu anhu selalu menangis bila mengingat peristiwa penaklukan Tustar.
(imam Bukhari menyebutkan dlm shohihnya no 945, ibnu Abi Syaibah dlm mushonnaf 18/308 dan Ibnu Sa'ad dlm thobaqot 5/333)
Tustar adalah sebuah kota milik kerajaan Persia yg sangat kuat bentengnya dan pertahanannya.
Kaum muslimin mengepungnya setahun setengah (!!).
Kemudian jatuh ke tangan kaum muslimin. Mereka mendapatkan kemenangan yg nyata. Itu termasuk kemenangan yg paling sulit yg didapat kaum muslimin.
Jadi, kenapa Anas menangis bila mengingat peristiwa Tustar?!
Mengapa beliau menangis, padahal kaum muslimin mendapatkan kemenangan yg besar?!
Takluknya pintu benteng Tustar terjadi beberapa saat sebelum sholat Subuh.
Pasukan Islam berhasil masuk kedalam benteng.
Terjadi peperangan besar antara 30.000 pasukan Islam menghadapi 150.000 pasukan Persia(!!)

Senin, 19 November 2018

CELAAN MANUSIA TIDAK MEMBAHAYAKAN, PUJIAN MANUSIA TIDAK MENINGGIKAN


Saudaraku rahimakumullaah, sudah ketetapan Allah 'azza wa jalla, barangsiapa menempuh jalan yang lurus, akan dicela dan ditentang oleh musuh-musuh kebenaran, tapi itu tidak membahayakanmu.

Rasulullah shallallaahu'alaihi wa sallam bersabda,


لاَ يَزَالُ مِنْ أُمَّتِي أُمَّةٌ قَائِمَةٌ بِأَمْرِ اللهِ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ ، وَلاَ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ عَلَى ذَلِكَ

"Akan senantiasa ada sekelompok umatku yang tetap teguh dengan ajaran Allah, orang yang merendahkan mereka tidak membahayakan mereka, orang yang menentang mereka tidak membahayakan mereka, sampai datang ketentuan Allah menjelang hari kiamat, dan mereka tetap teguh di atas kebenaran." [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Mu'awiyah radhiyallaahu'anhu]

Selasa, 13 November 2018

RUQYAH MANDIRI DENGAN DAUN BIDARA / SIDR



Pohon bidara disebut dalam Al-Quran

Didalam Al-Quran, pohon bidara disebutkan beberapa kali. Salah satunya adalah:

وَأَصْحَابُ الْيَمِينِ مَا أَصْحَابُ الْيَمِينِ. فِي سِدْرٍ مَخْضُودٍ

Artinya: Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu. Berada diantara pohon bidara yang tidak berduri. (Q.S. Al Waqiah: 27-28)

Secara singkat, golongan kanan adalah golongan yang akan masuk surga. Kemudian nantinya didalam surga mereka para golongan kanan berada di antara pohon bidara yang tidak berduri. Para ulama tafsir menjelaskan bahwa pohon bidara tersebut adalah pohon bidara yang telah dipotong durinya.

Daun bidara disebut dalam hadits


– Dari Qois bin ‘Ashim radhiyallahu ‘anhu,

أَنَّهُ أَسْلَمَ فَأَمَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَغْتَسِلَ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ

“Sesungguhnya beliau masuk Islam, kemudian Nabi shallallahu‘alaihiwasallam memerintahkannya untuk mandi dengan air dan daun bidara.” (HR. An Nasai no. 188, At Tirmidzi no. 605, Ahmad 5/61. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

– Hadits yang lain menjelaskan tentang perintah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Ummu ‘Athiyah dan kepada para wanita yang melayat untuk memandikan anaknya.

اغْسِلْنَهَا ثَلاَثًا أَوْ خَمْسًا أَوْ أَكْثَرَ مَنْ ذَلِكَ إِنْ رَأَيْتُنَّ ذَلِكَ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ

“Mandikanlah dengan mengguyurkan air yang dicampur dengan daun bidara tiga kali, lima kali atau lebih dari itu jika kalian anggap perlu dan jadikanlah yang terakhirnya dengan kapur barus (wewangian).” (HR. Bukhari no. 1253 dan Muslim no. 939).

Senin, 24 September 2018

HAKEKAT KEHIDUPAN


Syaikh Sholih Alu Syaikh -semoga Allah menjaga beliau berkata :

Kehidupan (di dunia ini) semuanya berisi UJIAN dan COBAAN. Segala sesuatu yang ada diatas muka bumi ini juga merupakan ujian. Sebagaimana disebutkan di dalam awal surat al-kahfi ;

إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً * 

"Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk Kami menguji mereka, siapa diantara mereka yang terbaik amalnya". [QS. Al-Kahfi : 7]

Jadi , kehidupan dunia itu mudah, akan tetapi yang menjadikan sulit adalah ketika manusia tertipu dengannya. Pertanyaan besar yang (perlu jawaban) yaitu bagaimana manusia (kita) bisa keluar dari ujian kehidupan (dunia) ini dengan selamat.

[Diterjemahkan dari cuplikan ceramah beliau di  "الحياة كلها ابتلاء واختبار   معالي الشيخ صالح آل الشيخ حفظه الله" di YouTube
https://youtu.be/nO1a8JifsXo]

Para pembaca, 
> makanan yang lezat, 
> minuman yang nikmat,
> tempat tinggal yang nyaman,
 > emas, perhiasan,
 > suara yang indah,
 > wajah yang rupawan,
 > semuanya adalah ujian dari Allah, siapa yang terbaik amal sholehnya.
  Yaitu siapa yang paling ikhlas dalam ibadahnya, 
  dan paling sesuai dengan petunjuk Rasulullah shallahu a'laihi wa sallam. 
 [Diringkas dari Tafsir As-Sa'di rahimahullah].


Sumber:  Admin Grup WA Suara Al Iman

---------------------------------------------
IKLAN MINUMAn HERBAL YANG BERMANFAAT
TEH DAUN TIN




Rabu, 15 Agustus 2018

KEUTAMAAN BERKURBAN



Oleh: Ustadz Fadlan Fahamsyah, Lc , M.H.I  حَفِظَهُ اللهُ تَعَالَى

1. Berqurban adalah perintah Allah Azza wa jalla

Allah berfirman: 
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

“Dirikanlah shalat dan berqurbanlah (an nahr).” [ QS. Al Kautsar: 2 ]

Allah juga berfirman:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, nusuk-ku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam.”  [ QS. Al An’am: 162 ]

 Di antara tafsiran an nusuk adalah sembelihan, sebagaimana pendapat Ibnu ‘Abbas, Sa’id bin Jubair, Mujahid dan Ibnu Qutaibah. Az Zajaj mengatakan bahwa bahwa makna an nusuk adalah segala sesuatu yang mendekatkan diri pada Allah ‘azza wa jalla, namun umumnya digunakan untuk sembelihan. 📚[ Lihat Zaadul Masiir, 2/446 ]

2. Berkurban adalah perintah rasulullah shallahu alaihi wasallam

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ عَلَى كُلِّ أَهْلِ بَيْتٍ فِيْ كُلِّ عَامٍ أُضْحِيَّة

‘Wahai sekalian manusia, sesungguhnya wajib atas setiap keluarga untuk melaksanakan kurban setiap tahun. [Sunan Ibnu Majah, no. 2533 ]

3. Nabi mengancam orang yang meninggalkan kurban padahal dia mampu melakukannya

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ، وَلَمْ يُضَحِّ، فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا.

“Barangsiapa memiliki kemampuan (harta) dan tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” [Shahih Sunan Ibni Majah, no. 2532 ]

4. Berkurban adalah ajaran dan tuntunan para sahabat

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu beliau mengatakan : 

كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى سَفَرٍ فَحَضَرَ الأَضْحَى فَاشْتَرَكْنَا فِى الْبَقَرَةِ سَبْعَةً وَفِى الْبَعِيرِ عَشَرَةً

”Dahulu kami penah bersafar bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam lalu tibalah hari raya Idul Adha maka kami pun berserikat sepuluh orang untuk qurban seekor unta. Sedangkan untuk seekor sapi kami berserikat sebanyak tujuh orang  [ HR. Tirmidzi no. 905,  dishahihkan al-Albani dalam al-Miskat ]

5. Hari berkurban adalah seagung-agungnya Hari di sisi Allah

إِنَّ أَعْظَمَ الأَيَّامِ عِنْدَ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَوْمُ النَّحْرِ ثُمَّ يَوْمُ الْقَرِّ.

“Sesungguhnya hari yang paling mulia di sisi Allah Tabaroka wa Ta’ala adalah hari Idul Adha dan yaumul qorr (hari tasyriq). [ HR. Al-Baihaqi ]

6. Berkurban adalah ajaran rasul dan para sahabatnya, bahkan ajaran para nabi dan umat-umat sebelumnya.

 Allah Subhanahu wa Ta’ala Berfirman:

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكًا لِّيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syari’atkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut Nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizkikan Allah kepada mereka…” [Al-Hajj: 34]

Jadi, mari kita berkurban!

__

sumber: Group WA Suara Al-Iman

Baca juga:



Senin, 13 Agustus 2018

LIMA KENIKMATAN YANG HARUS DISYUKURI & DIMANFAATKAN DENGAN BAIK



بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَزُولُ قَدَمَا ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ شَبَابِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَه وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَمَاذَا عَمِلَ فِيمَا عَلِمَ

Tidak akan bergerak dua kaki seorang hamba pada hari kiamat dari hadapan Rabbnya sampai ia ditanya tentang lima perkara:

1. Tentang umurnya pada apa ia habiskan

2. Tentang masa mudanya pada apa ia pergunakan.

3. Tentang hartanya dari mana ia dapatkan

4. Dan ke mana ia belanjakan harta tersebut.

5. Tentang ilmu yang ia ketahui apa yang telah ia amalkan.

[HR. At-Tirmidzi dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu, Ash-Shahihah: 946]

#BEBERAPA_PELAJARAN:

Jumat, 20 April 2018

SEDARI MUDA SUDAH BERAMAL


Allah Ta’ala berfirman,

وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ (1) وَطُورِ سِينِينَ (2) وَهَذَا الْبَلَدِ الْأَمِينِ (3) لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (4) ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ (5) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ (6) فَمَا يُكَذِّبُكَ بَعْدُ بِالدِّينِ (7) أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ (8)

“Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun, dan demi bukit Sinai, dan demi kota (Mekah) ini yang aman. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu? Bukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya?” (QS. At-Tiin: 1-8)

Maksud ayat “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” ada empat pendapat. Di antara pendapat tersebut adalah “Kami telah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya seperti di waktu mudanya yaitu dalam keadaan kuat dan semangat untuk beramal.” Pendapat ini dipilih oleh ‘Ikrimah.

“Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya”. Menurut Ibnu ‘Abbas, ‘Ikrimah, Ibrahim dan Qatadah, juga Adh-Dhahak, yang dimaksudkan dengan bagian ayat ini adalah “dikembalikan ke masa tua renta setelah berada di usia muda, atau dikembalikan di masa-masa tidak semangat untuk beramal setelah sebelumnya berada di masa semangat untuk beramal.”

Masa tua adalah masa tidak semangat untuk beramal. Seseorang akan melewati masa kecil, masa muda, dan masa tua. Masa kecil dan masa tua adalah masa sulit untuk beramal, berbeda dengan masa muda, yaitu masa emas untuk beramal shalih.

Ibrahim An-Nakha’i mengatakan, “Jika seorang mukmin berada di usia senja dan pada saat itu sangat sulit untuk beramal, maka dia akan dicatat sebagaimana dahulu (di waktu muda) dia pernah beramal. Inilah yang dimaksudkan dengan firman Allah (yang artinya): bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.”

Ibnu Qutaibah mengatakan, “Makna firman Allah yang artinya “Kecuali orang-orang yang beriman” adalah kecuali orang-orang yang beriman di waktu mudanya, di saat kondisi fit (semangat) untuk beramal, maka mereka di waktu tuanya nanti tidaklah berkurang amalan mereka. Walaupun mereka tidak mampu melakukan amalan ketaatan di saat usia senja. Karena Allah Ta’ala Maha Mengetahui, seandainya mereka masih diberi kekuatan beramal sebagaimana waktu mudanya, maka mereka tidak akan berhenti dari beramal kebaikan. Maka orang yang gemar beramal di waktu mudanya, (di saat tua renta), dia akan diberi ganjaran sebagaimana di waktu mudanya.” (Lihat Zaad Al-Masiir, 9:172-174 dan Tafsir Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 7:72)

Jika seseorang sulit beramal di waktu tua padahal waktu mudanya gemar beramal, maka ia tetap dicatat seperti keadaannya di waktu muda. Sama halnya keadaannya seperti orang yang sakit dan bersafar. Dalam hadits Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا

“Jika seorang hamba sakit atau bersafar, maka dicatat baginya semisal keadaan ketika ia beramal saat mukim atau sehat.” (HR. Bukhari, no. 2996)


BERLINDUNG DARI KEADAAN JELEK DI WAKTU TUA

Selasa, 17 April 2018

UNTUKMU YANG USIA SUDAH 40 TAHUN



Allah Ta’ala berfirman,

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa:

ROBBI AWZI’NII AN ASYKURO NI’MATAKALLATII AN ‘AMTA ‘ALAYYA. WA ‘ALAA WAALIDAYYA WA AN A’MALA SHOOLIHAN TARDHOOHU, WA ASHLIH LII FII DZURRIYATII.

“Ya Rabbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS. Al-Ahqaf: 15)

Al-Imam Al-Qurthubi menyatakan bahwa orang yang telah mencapai usia 40 tahun, maka ia telah mengetahui besarnya nikmat yang telah Allah anugerahkan padanya, juga kepada kedua orang tuanya sehingga ia terus mensyukurinya.

Imam Malik berkata,

Senin, 29 Januari 2018

SEMUT PUN MENGAKUI ALLAH ADA DI ATAS LANGIT/ ARSY



Adalah akidah yang kurang tepat mengatakan:

“Allah ada dimana-mana” (berarti Allah ada di kotoran ada di WC)

“Allah ada di hati manusia dan dekat dengan urat nadi” (berarti Allah menyatu dengan manusia, karena hati adalah hakikatnya inti dari kerajaan tubuh)

“tidak tahu tuh, wallahu a’lam aja, kita serahkan ilmunya kepada Allah” (berarti tidak mengenal Allah dunk, katanya tidak kenal maka tak sayang)

“Allah tidak di atas, tidak di bawah, tidak di kanan dan tidak pula di kiri, apalagi samping atau serong” (berati ini sama saja gak ada bendanya)

Jawabanya yang tepat adalah aqidah Ahlussunnah bahwa:

“ Allah ada di atas arsy atau di atas langit”

Terlalu banyak dalil jika dipaparkan, salah satunya bahwa semutpun mengakui bahwa Allah di atas arsy/langit. Artinya ini adalah fitrah manusia dan mahluk lainnya

Ini adalah kisahnya di Hadits, syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata,

وهذه الفطرة لا يمكن إنكارها. حتى إنهم يقولون : إن بعض المخلوقات العجماء تعرف أن الله في السماء كما في الحديث الذي يروى أن سليمان بن داود عليه الصلاة والسلام وعلى أبيه خرج يستسقي ذات يوم بالناس ، فلما خرج ؛ رأى نملة مستلقية على ظهرها ، رافعة قوائمها نحو السماء، تقول: “اللهم ! إنا خلق من خلقك ، ليس بنا غنى عن سقياك” . فقال: “ارجعوا ؛ فقد سقيتم بدعوة غيركم

“Ini adalah fitrah yang tidak mungkin diingkari, hingga ulama mengatakan bahwa sebagan mahluk mengetahui bahwa Allah di atas langit. Sebagaimana dalam hadits diriwayatkan bahwa Nabi Sulaiman bin Dawud ‘alaihissalam keluar untuk meminta hujan bersama manusia. Tatkala ia keluar, ia melihat semut yang terlentang di atas punggungnya, ia mengangkat kaki-kakinya (yang banyak, untuk berdoa) ke arah langit kemudian berkata,

“Yaa Allah, kami adalah mahluk ciptaan-Mu kami sangat membutuhkan hujan-Mu”

Maka Nabi Sulaiman berkat,

“kembalilah kalian (ke lubang), kalian telah diberi hujan karena doa selain kalian.”[1]


Selasa, 16 Januari 2018

FIR’AUN MENGINGKARI ALLAH DI ATAS ‘ARSY



Pengingkaran keberada’an Allah Ta’ala di atas ‘Arsy bukan saja datang dari sekte sesat jahmiyah dan para pengekornya. Tapi jauh-jauh sebelumnya, keberada’an Allah Ta’ala di atas ‘Arsy di ingkari oleh Fir’aun. Karena kedurhaka’annya menolak dakwah Nabi Musa ‘alaihis salam, lalu Allah Ta’ala menenggelamkan Fir’aun ke dasar laut.

Pengingkaran Fir’aun terhadap keberada’an Allah Ta’ala di atas ‘Arsy, Allah abadikan di dalam Al-Qur’an.

Allah Ta’ala berfirman :

وَقالَ فِرْعَوْنُ يا هامانُ ابْنِ لي صَرْحاً لَعَلِّي أَبْلُغُ الْأَسْبابَ أَسْبابَ السَّماواتِ فَأَطَّلِعَ إِلى إِلهِ مُوسى وَ إِنِّي لَأَظُنُّهُ كاذِباً وَ كَذلِكَ زُيِّنَ لِفِرْعَوْنَ سُوءُ عَمَلِهِ وَ صُدَّ عَنِ السَّبيلِ وَ ما كَيْدُ فِرْعَوْنَ إِلاَّ في تَبابٍ

“Dan berkatalah Firaun, Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu, (yaitu) pintu-pintu langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta.” Demikianlah dijadikan Fir’aun memandang baik perbuatan yang buruk itu, dan dia dihalangi dari jalan (yang benar), dan tipu daya Fir’un itu tidak lain hanyalah membawa kerugian”. (QS.Ghafir/Al Mu’min: 36-37).

Ayat di atas menceritakan tentang kesombongan dan kebodohan Fir’aun yang minta di buatkan sebuah bangunan tinggi yang tujuannya untuk melihat Allah yang di katakan oleh Nabi Musa berada di atas langit.

Terkait ayat di atas, seorang Ulama Ahli Tafsir Imam Al-Thabari rahimahullah (w. 310 H) berkata :

وقوله: (وَإِنِّي لأظُنُّهُ كَاذِبًا) يقول: وإني لأظنّ موسى كاذبا فيما يقول ويدّعي من أن له في السماء ربا أرسله إلينا.

“Dan firman-Nya (berkena’an kata-kata Fir’aun), “Dan sesungguhnya aku percaya Musa itu seorang pendusta !”, maksud perkata’an (Fir’aun) adalah, “Dan sesungguhnya aku percaya Musa ini pendusta terhadap apa yang dia katakan BAHWA MUSA MEMPUNYAI TUHAN DI LANGIT YANG MENGUTUSNYA”.

(Tafsir al-Thabari, 21/387, Tahqiq: Ahmad Syakir, cet Muassasah al-Risalah, cet Pertama, lihat juga: Tafsir ayat 38 Surah al-Qhasas).