Setelah malam-malam panjang yang dihabiskannya untuk menyendiri (khola’) di Gua Hira’, pada suatu malam Rasulullah pulang dalam keadaan gemetar sekujur tubuhnya. Kemudian berkatalah Beliau kepada istrinya: Khadijah binti Khuwailid,“ Selimuti aku, selimuti aku.”
Khadijah pun kemudian menyelimutinya. Setelah hilang rasa takutnya, Beliau pun berkata: “Tahukah engkau apa gerangan yang terjadi denganku?”
Lalu beliau pun menceritakan hal yang dialaminya. Selanjutnya Beliau berkata,”Sesungguhnya aku mengkhawatirkan diriku.”
Khadijah, sang istri shalihah pun berkata,”Tak perlu khawatir. Tenanglah dan gembirakan dirimu. Demi Allah, Allah tidak akan pernah menyia-nyiakanmu. Sungguh, engkau adalah seorang yang suka menyambung tali kekerabatan (silaturahim), selalu bicara jujur, membantu meringankan beban orang lain, menolong orang yang sengsara, selalu menghormati tamu, dan membela orang yang berada dalam kebenaran.” (Al Ghazali, 2005: hal 136)
Tak kurang hanya menghibur, Khadijah pun kemudian mengajak beliau menemui pamannya, seorang Ahli Kitab, Waraqah bin Naufal. Hingga beliau pun tak ragu lagi akan perubahan luar biasa yang beliau tahu akan di hadapinya. Sesak kegalauan dan pesimisme, berubah menjadi kesejukan, dan harapan yang luas. Serta loncatan mendadak yang begitu jauh dari jangkauannya. Namun kini diyakininya sepenuh hati. Inilah nubuwwah…
Puncak Kegelisahan adalah Awal Hidayah