"Makalah Mata Kuliah FILSAFAT ILMU di Pendidikan Agama
Islam (PAI) Ma’had Aliy Islamic Centre Bin Baz Yogyakarta"
PENDAHULUAN
Asal Muasal Kata Filsafat

Tersebarnya Filsafat di Kalangan Islam
Filsafat
/ Ilmu kalam yang mengandalkan logika daripada Al-Qur’an dan As-Sunnah itu
berasal dari luar Islam. Kemudian masuk tersebar ke kalangan kaum muslimin dengan
perantaraan masuknya terjemahan buku-buku filsafat Yunani pada masa Al-Ma’mun dari
Pulau Ciprus yang berada di bawah kekuasaan Romawi Timur waktu itu. Sehingga
dari itu tersebarlah ilmu kalam, apalagi ilmu kalam dipegang sebagai madzhab
negara sejak masa Kholifah Al-Ma’mun sampai Al-Watsiq, bahkan orang-orang
dipaksa dengan hal itu. Bila tidak mereka dibunuh atau dipenjara atau dihukum
dengan hukuman lainnya.
Melalui ilmu filsafat inilah, intervensi
pemikiran asing masuk dalam Islam. Tidaklah muncul ideologi filsafat dan
pemikiran yang serupa dengannya kecuali setelah umat Islam mengadopsi dan
menerjemahkan ilmu-ilmu yang berasal dari Yunani pada masa pemerintahan Kholifah
Al-Ma’mun(http://sunniysalafiy.wordpress.com/2013/05/15/seputar-ilmu-kalam-dan- bagaimana-ulama-salaf-menyikapinya/). Doktor
'Afâf binti Hasan bin Muhammad Mukhtâr penulis disertasi berjudul Tanâquzhu
Ahlil Ahwâ wal Bida’ fil 'Aqîdah' menyatakan, dari sini menjadi jelas bahwa filsafat
merupakan pemikiran asing yang bersumber dari luar Islam dan kaum Muslimin,
sebab sumbernya berasal dari Yunani. Maka Kecurigaan
terhadap output filsafat mesti dikedepankan (http://almanhaj.or.id/content/3453/slash/0/ilmu-filsafat-perusak-akidah-islam/).
Oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas tentang “MENGAPA FILSAFAT
MERUSAK AKAL DAN AGAMA SESEORANG” dari tinjauan
ulama-ulama Salaf / Ahlul Sunnah wal Jama’ah.
PEMBAHASAN
Filsafat Mengedepankan Akal dari
pada Al-Qur’an dan As-Sunnah
Ilmu filsafat
diambil dari para tokoh Yunani seperti Aristoteles dan yang lainnya, yang
notabene mereka adalah orang-orang yang tidak beragama. Mereka tidak dibimbing
oleh wahyu. Jika pembicaraan para tokoh Yunani tersebut berkaitan dengan fisika
dan kimia (materi yang ditangkap oleh panca indra) maka permasalahannya mudah.
Akan tetapi yang menjadi permasalahan besar tatkala mereka membicarakan tentang
ilmu ghoib apalagi yang berkaitan dengan Tuhan. Tentunya merupakan kesalahan
yang sangat fatal adalah menganalogikan sesuatu yang ghaib dengan sesuatu yang
nyata dilihat. Orang-orang
yang berbicara tentang agama dengan berlandaskan ilmu kalam (filsafat) telah
terjerumus dalam dua kesalahan besar : Pertama : Menjadikan akal
lebih didahulukan dari pada nash-nash wahyu dan Kedua : Menjadikan
akalnya para tokoh Yunani sebagai barometer kebenaran (http://www.firanda.com /index.php/artikel/fiqh/506-ajaran-ajaran-madzhab-syafi-i-yang-ilanggar-oleh-sebagian-pengikutnya-8-haramnya-ilmu-filsafat).
Dengan demikian ilmu kalam atau filsafat
ini berimplikasi kepada superioritas akal dan kesombongan intelektual.
Dengan kata lain akal lebih dikedepankan daripada Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam
memahami keberadaan Allah, perbuatan-Nya, nama-nama-Nya serta sifat-sifat-Nya
yang Maha Sempurna dan tidak serupa dengan-Nya sesuatupun. Padahal kita diperintahkan untuk
mendahulukan Alloh dan Rasul-Nya, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
يا أيها الذين آمنوا لا تقدموا بين يدي الله ورسوله
واتقوا الله إن الله سميع عليم
“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian
mendahului Allah dan Rasul-Nya, bertaqwalah kalian kepada Allah, karena
sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [Al-Hujurat: 1]. Dalam konteks spesifikasi, ilmu kalam ataupun ilmu
filsafat tidak mungkin diintegrasikan dengan ilmu agama, apalagi sampai
dijadikan acuan dalam beragama. Berhubung metodologinya berbeda antara satu
dengan yang lainnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam
meletakkan satu prinsip dalam metodologi pemikiran ilmu-ilmu agama, sebagaimana
sabda beliau:
و ما امرتكم به فأتوا منه مااستطعتم
“Apa yang aku perintahkan kepada kalian tentang suatu
perkara, maka tunaikanlah dengan semampu kalian.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim] . Dalam hadits yang lain Beliau juga bersabda,
من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد
“Barangsiapa
yang beramal dengan satu amalan yang bukan dari ajaran kami, maka tertolak.” [Muttafaqun ‘alaihi – Al-Bukhari 2697 dan Muslim 3243]. Maka segala sesuatu yang tidak diajarkan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam dalam perkara agama ini
hukumnya tertolak, sesat dan batil. Lebih tegas lagi sabda beliau shallallahu
‘alaihi wa alihi wasallam: “Barangsiapa yang menafsirkan
Al-Qur’an dengan akal pikirannya semata, meskipun hasilnya kebetulan
mencocoki kebenaran, maka dia tetap dikatakan salah (berdosa).”
[HR. At-Tirmidzi]. Dikatakan berdosa karena
metodologi atau cara pemahamannya yang salah, meskipun secara kebetulan
hasilnya mencocoki kebenaran. Namun tidak berarti Islam datang untuk
mengkarantinakan akal, akan tetapi meletakkan akal pada tempatnya sehingga
dapat berfungsi secara proporsional (http://sunniysalafiy.wordpress.com/2013/05/15/seputar-ilmu-kalam-dan-bagaimana-ulama -salaf-menyikapinya/).
Larangan Mempelajari Filsafat /Ilmu
Kalam
Para Ulama Salaf melarang kaum Muslimin mempelajari ilmu kalam karena dapat
merusakkan akal dan agama seseorang. Di antaranya adalah Al-Imam As-Syaafi’i rahimahullah,
beliau menyatakan: “Sungguh seandainya salah
seorang itu ditimpa dengan berbagai amalan yang dilarang oleh Allah selain dosa
syirik, lebih baik baginya daripada ia mempelajari ilmu kalam.” (HR.
Abu Nu'aim Al-Asfahaani dalam Hilyatul Awliyaa' 9/111). Beliau juga menyatakan,
‘Seandainya manusia itu mengerti bahaya yang ada
pada Ilmu Kalam dan hawa nafsu, niscaya ia akan lari daripadanya seperti lari
dari singa.” (http://madrasahjihad.wordpress.com /2012/06/08/menyoal-ilmu-kalam-dan-ilmu-filsafat/).
Imam Muslim telah meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ،
ثَلَاثَ مَرَّاتٍ
“Celakalah orang-orang yang berdalam-dalam.” (tiga
kali). Imam
Al-Khoththobi salah seorang ulama madzhab syafii- menerangkan hadits ini:
المتنطع المتعمق في الشيء المتكلف
للبحث عنه على مذاهب أهل الكلام الداخلين فيما لا يعنيهم الخائضين فيما لا تبلغه
عقولهم
“Al-Mutanaththu’ adalah orang yang berdalam-dalam dalam
sesuatu, membebani diri untuk membahasnya menurut madzhab ahli kalam yang masuk
kepada perkara yang tidak penting bagi mereka, membicarakan perkara yang
tidak dicapai akal mereka.” [Aunul Ma’bud
Syarh Sunan Abu Dawud]. Asalnya tanaththu’ adalah berdalam-dalam dalam
pembicaraan untuk menampakkan kefasihan. Ini asal makna tanaththu’ secara
etimologi. Dan tanaththu’ itu ada beberapa macam: dalam pembicaraan, dalam
istidlal, dan dalam ibadah (http://fatwasyafiiyah.blogspot.com/2009/10/kebinasaan-bagi-ahli-kalam-ahli-manthiq. html?m=0).
Selain itu memperdalam ilmu filsafat kecuali ijtihadnya akan mengantarkannya kepada
pendapat yang menyelisihi kemurnian sunnah,
sebagaimana perkataan Adz-Dzahabi rahimahullah :
قل من أمعن النظر في علم الكلام إلا وأداه اجتهاده إلى
القول بما يخالف محض السنة، ولهذا ذم علماء السلف النظر في علم الاوائل، فإن علم
الكلام مولد من علم الحكماء الدهرية، فمن رام الجمع بين علم الانبياء عليهم السلام
وبين علم الفلاسفة بذكائه لابد وأن يخالف هؤلاء وهؤلاء
"Hampir tidak ada orang-orang yang memperdalam
ilmu filsafat kecuali ijtihadnya akan mengantarkannya kepada pendapat yang
menyelisihi kemurnian sunnah. Karenanya para ulama salaf mencela
mempelajari ilmu orang-orang kuno (seperti orang-orang Yunani-pen) karena ilmu
filsafat lahir dari para filosof yang berpemikiran dahriyah (atheis).
Barang siapa yang dengan kecerdasannya berkeinginan untuk mengkompromikan
antara ilmu para Nabi dengan ilmu para filosof, maka pasti ia akan menyelishi
para Nabi dan juga menyelisihi para filosof" (Mizaanul I'tidaal 3/144). Demikian pula Ibnu Abdil Barr berkata:
أجمع أهل الفقه والآثار من جميع الأمصار أن أهل الكلام
أهل بدع وزيغ، ولا يعدون عند الجميع في جميع الأمصار في طبقات العلماء، وإنما
العلماء أهل الأثر والتفقه فيه
"Telah ijmak para ahli fikih dan hadits dari
seluruh negeri bahwasanya ahlul kalam adalah ahlu bid'ah dan ahlu kesesatan,
dan mereka seluruhnya tidak dianggap dalam jejeran para ulama. Para ulama
hanyalah para ahli hadits dan fikih" (Jaami' Bayaan
al-'Ilmi wa Fadlihi 2/195,
dinukil http:// www.firanda.com/index.php/artikel/fiqh/506-ajaran-ajaran-madzhab-syafi-i-yang-dilanggar-oleh-sebagian-pengikutnya-8-haramnya-ilmu-filsafat).
Ketika orang sudah memasuki dimensi filsafat, tidak
ada kebaikan sedikit pun yang dapat ia raih. Ibnu Rajab rahimahullah
mengatakan, “Jarang sekali orang mempelajarinya
(ilmu kalam dan filsafat) kecuali akan terkena bahaya dari mereka (kaum
filosof)”. (Fadh ‘Ilmis Salaf ‘ala ‘Ilmil Khalaf hlm. 105). Karena
itu, tidak heran bila Ibnu Shalâh rahimahullah memvonis ilmu filsafat sebagai biang ketololan, rusaknya akidah,
kesesatan, sumber kebingungan, kesesatan dan membangkitkan penyimpangan dan
zandaqah /kekufuran (Fatâwa wa Rasâil Ibni ash Shalâh 1/209-212.
Nukilan dari Asbâbul Khatha` fit Tafsîr 1/266, yang dinukil http://almanhaj.or.id
/content/3453/slash/0/ilmu-filsafat-perusak-akidah-islam/).
Yang sangat menyedihkan adalah mulai banyak pemuda
yang mengaku bermadzhab Syafi'i yang tertarik dengan ilmu filsafat, sehingga
akhirnya terjebaklah mereka dalam pemahaman liberal. Sikap keras para ulama
terhadap ilmu filsafat memang sangat beralasan, mengingat ilmu filsafat inilah
yang menimbulkan banyak malapetaka dan bid'ah dalam aqidah. Al-Imam Asy-Syafi'i
rahimahullah digelari dengan "نَاصِرُ
السُّنَّة"
(Penolong sunnah/hadits) tatkala beliau di Baghdad karena saat itu di Baghdad
berkembang madzhab Jahmiyah dan Mu'tazilah. Yang tentunya mereka telah menolak
hadits-hadits Nabi atau mentakwil hadits-hadits tersebut dengan akal mereka
yang telah teracuni dengan ilmu filsafat.
Diantara tokoh Mu'tazilah di Baghdad tatkala itu adalah Bisyr Al-Mirrisy. Abu Bakar Al-Junaid berkata, "Bisyr Al-Mirrisy berhaji lalu kembali (ke Baghdad), lalu ia berkata kepada para sahabatnya :
Diantara tokoh Mu'tazilah di Baghdad tatkala itu adalah Bisyr Al-Mirrisy. Abu Bakar Al-Junaid berkata, "Bisyr Al-Mirrisy berhaji lalu kembali (ke Baghdad), lalu ia berkata kepada para sahabatnya :
رَأَيْتُ شَابًّا مِنْ قُرَيْشٍ بِمَكَّةَ مَا أَخَافُ
عَلَى مَذْهَبِنَا إِلاَّ مِنْهُ
"Aku melihat seorang pemuda dari
Quraisy di Mekah, aku tidak mengkhawatirkan madzhab kita kecuali dari pemuda
tersebut"
Maksudnya adalah Al-Imam Asy-Syafi'i" (Taariikh Baghdaad 2/65).
Maksudnya adalah Al-Imam Asy-Syafi'i" (Taariikh Baghdaad 2/65).
Kerasnya celaan para ulama terhadap ilmu kalam
tidak lain karena akibat yang sangat buruk dari mempelajari ilmu tersebut.
Sebagaimana yang kita lihat sekarang ini yang dialami oleh para pengikut paham
liberal, yang mereka sangat merendahkan al-Qur'an dan hadits-hadits Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam. Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata:
لاَ يُفْلِحُ صَاحِبُ كَلاَمٍ أَبَدًا عُلَمَاءُ
الْكَلاَمِ زَنَادِقَةُ
"Pemilik ilmu filsafat tidak akan beruntung selamanya. Para ulama
filsafat adalah para zindiq" (Talbiis Ibliis 1 / 75 ). Sungguh
benar perkataan Al-Imam Ahmad ini, semakin seseorang memperdalam ilmu filsafat
dan mengamalkannya maka akan semakin zindiq. Bukti nyata para pakar filsafat
dari kaum liberal (http://www.firanda.com/index.php/artikel /fiqh/506-ajaran-ajaran-madzhab-syafi-i-yang-dilanggar-oleh-sebagian-pengikutnya-8-haramnya-ilmu-filsafat).
Tampak
dengan jelas betapa bahaya ilmu filsafat di mata Ulama sehingga mereka memperingatkan
umat agar menjauh darinya. Anehnya, ilmu yang telah mengintervensi akidah Islam
ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam lembaga-lembaga pendidikan tinggi
Islam dan kajian-kajian Islam kontemporer, bahkan menjadi mata kuliah yang
wajib dipelajari. Seolah-olah seorang Muslim belum dapat memahami al-Qur`ân dan
Sunnah (terutama masalah akidah) kecuali dengan ilmu filsafat. Jelas hal ini
bertentangan dengan firman Allâh Azza wa Jalla:
إِنَّ
هَٰذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ
“Sesungguhnya
al-Qur`ân ini memberikan petunjuk kepada jalan yang lebih lurus
“(QS: al-Isra/17:9). Syaikh as-Sa’di rahimahullah dalam menerangkan ayat
di atas, “Dalam masalah akidah, sesungguhnya
akidah yang bersumberkan al-Qur`ân merupakan keyakinan-keyakinan yang
bermanfaat yang memuat kebaikan, nutrisi dan kesempurnaan bagi kalbu. Dengan
keyakinan tersebut, hati akan sarat dengan kecintaan, pengagungan dan
penyembahan serta keterkaitan dengan Allâh Azza wa Jalla“ (Al-Qawâidul
Hisân al-Muta`alliqah bi Tafsîril Qur`ân, hlm. 122). Sementara Syaikh
asy-Syinqîthi rahimahullah menyimpulkan kandungan ayat di atas dengan
menyatakan bahwa “pada ayat yang mulia ini,
Allah Azza wa Jalla menyampaikan secara global mengenai kandungan al-Qur`ân
yang memuat petunjuk menuju jalan yang terbaik, paling lurus dan paling tepat
kepada kebaikan dunia dan akherat. (Adhwâul Bayân 3/372, dinukil
oleh http://almanhaj.or.id/content/3453/slash/0/ilmu-filsafat-
perusak-akidah-islam/).
Kebingungan Dan Penyesalan Para Tokoh Ahli Kalam
Aqidah ahlussunnah dibangun di atas dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah dan
prinsip yang dipegang oleh para shohabat yang mulia, semoga Allah meridhai
mereka semua. Aqidah yang bersih dan sangat jelas, tidak susah dipahami dan
rumit. Beda dengan lainnya yang bersandar kepada logika akal dan menakwil
dalil-dalil naql (wahyu). Dimana mereka membangun aqidah keyakinan mereka di
atas ilmu kalam
atau filsafat. Itupun akhirnya para ahli kalam
menjelaskan bahaya yang ada dalam ilmu kalam. Mereka menyesal karena habis
waktu mereka dengan ilmu kalam, namun tidak sampai kepada kebenaran. Ujung
kesudahan mereka adalah kebingungan dan penyesalan. Di antara mereka ada
yang diberi taufik untuk meninggalkan ilmu kalam dan mengikuti jalan salaf.
Mereka juga mencela ilmu kalam.
Abu Hamid Al-Ghozali rahimahullah termasuk dari orang-orang yang mapan
menguasai ilmu kalam. Namun bersamaan dengan itu dia mencela ilmu kalam,
bahkan sangat keras celaannya. Dia menjelaskan bahaya ilmu kalam, dia
mengatakan dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin hal 91-92: “Adapun bahaya
ilmu kalam manthiq, yaitu akan memberikan kerancuan dan menggoyangkan aqidah,
dan menghilangkan penetapan aqidah. Itulah diantara bahaya pada permulaannya.
Dan kembalinya dengan dalil diragukan. Dalam hal ini orang berbeda-beda. Ini
bahayanya dalam keyakinan yang benar. Dan ilmu kalam mantiq punya bahaya yang
lain dalam mengokohkan keyakinan ahli bid’ah pada bid’ah dan mengokohkan
keyakinan itu dalam dada-dada mereka, dimana faktor-faktor pendorongnya akan
bangkit dan bertambah kuat semangat mereka di atas ilmu kalam. Namun bahaya ini
dengan perantaraan fanatik yang muncul dari jidal (debat).” Sampai dia (Al-Ghozaliy) mengatakan: “Adapun manfaat ilmu kalam, disangka bahwa
faedahnya adalah menyingkap dan mengetahui hakekat sebenar-benarnya. Jauh, jauh
sekali persangkaan itu. Dalam ilmu kalam tidak ada yang memenuhi tujuan yang
mulia ini. Bahkan pengacauan dan penyesatan dalam
ilmu kalam itu lebih banyak daripada penyingkapan dan pengenalan hakekat. Ini
jika engkau mendengarnya dari seorang muhaddits atau hasyawi. Kadang terbetik
di benakmu bahwa manusia adalah musuh selama mereka tidak mengetahui. Dengarkan
ini dari orang yang telah mendalami ilmu kalam, kemudian membencinya setelah
mengetahui dengan sebenarnya dan sampai dengan susah payah kepada puncak
derajat ahli kalam, lalu melewati hal itu menuju ilmu-ilmu yang lain yang
sesuai dengan jenis ilmu kalam, kemudian yakin bahwa jalan menuju hakekat
ma’rifat (pengenalan) dari sisi ini tertutup. Sungguh, ilmu kalam itu tidak
memberi manfaat kepadamu untuk menyingkap, mengenalkan dan memperjelas sebagian
perkara. Namun kadang-kadang dalam perkara yang jelas, hampir engkau paham
sebelum engkau mendalami ilmu kalam.”
KESIMPULAN
Dalam
makalah ini oleh penulis belum diberikan contoh-contoh dan bantahan para ulama
terhadap subhat-subhat atau pemikiran sesat dari para tokoh ahli filsafat atau
ahli kalam. Semoga hal tersebut sudah dibahas dalam makalah lain yang di susun
oleh mahasiswa/i PAI. Selanjutnya dari pembahasan dalam makalah ini maka kita dapat
mengambil kesimpulan, diantaranya:
- Filsafat atau Ilmu kalam bukan berasal dari bahasa Arab, melainkan dari bahasa Yunani yaitu filo dan sofia.
- Filsafat atau Ilmu Kalam mengedepankan akal dari pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
- Filsafat atau Ilmu Kalam tersebar ke kalangan kaum muslimin dengan perantaraan masuknya terjemahan buku-buku filsafat Yunani pada masa Kholifah Al-Ma’mun.
- Para Ulama Salaf melarang kaum Muslimin mempelajari ilmu kalam atau Filsafat karena dapat merusakkan akal dan agama seseorang, bukti nyata para pakar filsafat dari kaum liberal.
- Jalan selamat dari Filsafat adalah tidak mempelajarinya dan kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman salaf.
Wallahu
a’lam.
Sumber : Makalah Ummu Bassam (S-1 PAI Ma'had Aliy ICBB)
(Boleh di Copy paste dg menyebutkan Sumber)
DAFTAR PUSTAKA
- http://almanhaj.or.id/content/3453/slash/0/ilmu-filsafat-perusak-akidah-islam/
- http://alummah.or.id/fiqh-dan-muamalah/info-islami-72
- http://sunniysalafiy.wordpress.com/2013/05/15/seputar-ilmu-kalam-dan-bagaimana-ulama-salaf-menyikapinya/
- http://madrasahjihad.wordpress.com /2012/06/08/menyoal-ilmu-kalam-dan-ilmu-filsafat/
- http://fatwasyafiiyah.blogspot.com/ 2009/10/kebinasaan-bagi-ahli-kalam-ahli-manthiq.html?m=0
- http://www.firanda.com/index.php/artikel/fiqh/506-ajaran-ajaran-madzhab-syafi-i-yang-dilanggar-oleh-sebagian-pengikutnya-8-haramnya-ilmu-filsafat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar