Terasing merupakan
suatu kondisi yang tidak mengenakkan bagi setiap atau sekelompok orang karena
identik dengan kesendirian, jauh dari keramaian manusia bahkan bisa jadi jauh
dari keluarga maupun orang tua. Terasing juga terkadang dekat dengan kekurangan
dari bahan makanan ataupun minuman sebagaimana pengembara yang jauh dari rumah
tinggalnya, ketika malam hari seringkali cuaca dingin menjadi selimutnya serta
berkarib dengan teriknya matahari pada siang harinya. Orang yang terasing
seringkali dicurigai sebagaimana sebuah pepatah kata “don’t talk with strangers” yang artinya “jangan
berbicara dengan orang asing” sebagai upaya pencegahan agar terhindar dari
kejelekan orang asing tersebut.
Namun menjadi orang
yang terasing tidaklah menjadikan kita bersedih hati apabila keterasingan
tersebut dalam rangka menjauhi sesuatu yang Allah Tabaraka wa Ta’ala dan
Rasul-Nya telah melarangnya, ataupun keterasingan tersebut dalam rangka kita
menta’ati Allah dan Rasul-Nya. Orang-orang yang terasing bahkan diminta untuk
berbahagia oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana
dalam hadits dari Abu Hurairah Radhiallaahu'anhu,
dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Islam
dimulai dalam kondisi asing, dan akan kembali sebagaimana ia dimulai (sebagai
sesuatu yang) asing; maka berbahagialah bagi kaum ghuraba' (orang-orang yang
asing tersebut)" (H.R. Muslim). Ghuraba’ atau
orang-orang yang asing tersebut, tidaklah bermakna secara fisik seperti
seseorang hidup di negeri orang lain (bukan negeri sendiri) sebagai orang
asing, akan tetapi bermakna bahwa seseorang dalam ke-istiqamah-annya,
ibadahnya, berpegang teguh dengan agama dan menghindari fitnah-fitnah yang
timbul adalah merupakan orang yang asing di tengah kaum yang tidak memiliki
prinsip seperti demikian (Karakteristik Kaum Ghuraba’, 2004).
Oleh karena itu marilah
kita memilih jalannya orang-orang yang terasing (Ghuraba’), yaitu:
1)
Jalannya orang-orang yang berpegang teguh
dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman tiga generasi terbaik (para sahabat,
tabi’in dan tabi’ut tabi’in), pada saat yang lainnya tidak
berpegang teguh dengannya (Al-Qur’an dan As-Sunnah) bahkan memahaminya dengan seenak
akal dan perasaan mereka saja.
2)
Jalannya orang-orang yang bertauhid jauh
dari syirik, beribadah ikhlas hanya kepada Alloh Ta’ala serta tata caranya
mencontoh (ittiba’) kepada Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, pada
saat kebanyakan manusia berbuat Syirik mencampur adukan ibadahnya untuk selain
Allah serta menambahkan hal-hal baru dalam agama ini sepeninggalnya Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam.
3)
Jalannya orang-orang yang menjadikan
dirinya tiang-tiang agama dengan senantiasa mendirikan Shalat lima waktu berjamaah
di Masjid serta shalat-shalat sunnah lainnya, pada saat kebanyakan manusia
merobohkannya dengan tidak mendirikan shalat lima waku yang wajib apalagi yang
sunnah.
4)
Jalannya orang-orang yang sibuk
hari-harinya dengan membaca dan mentadaburi Al-Qur’an dan Hadits-hadits Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam, pada saat yang lainnya sibuk untuk membaca buku-buku
karya tokoh-tokoh filsafat ataupun bukunya orang-orang orientalis liberal.
5)
Jalannya orang-orang yang siang-malamnya
berusaha untuk mengafalkan Ayat-ayat suci A-Qur’an ataupun Hadits Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam, pada saat yang lainnya berusaha menghafalkan bait-bait
lagu dari musisi kesayangannya atau pemikiran para tokoh filsafat.
6)
Jalannya orang-orang yang senantisa membasahi
bibirnya dengan dzikrullah yang dengannya hatinya menjadi tenang, pada saat
kebanyakan orang berbuih bibirnya dengan lantunan lagu-lagu yang melenakan
hatinya bagaikan khamr yang memabukan.
7)
Jalannya orang-orang yang mengenakan
pakaian syar’i yang tidak menampakan perhiasannya (auratnya), pada saat
kebanyakan manusia berpakaian tetapi telanjang atau bahkan telanjang sama
sekali layaknya orang-orang gila dipinggir jalan yang tanpa busana.
8)
Jalannya orang-orang yang mencari nafkah
dengan halalal thoyibah, pada saat kebanyakan orang mencarinya dengan membabi
buta tidak peduli halal-haram yang penting kebutuhan hidupnya terpenuhi.
9)
Jalannya orang-orang yang mendatangi
taman-taman surga yaitu majelis-majelis ilmu syar’i di rumah-rumah Allah, pada
saat kebanyakan orang berkerumun mendatangi konser-konser musik di cafe ataupun
stadion megah yang bercampur baur laki-laki dan perempuan.
10)
Jalannya orang-orang yang menyalurkan
hasratnya hanya pada jalan yang halal (pada pasangan nikahnya), pada saat
kebanyakan menyalurkannya kepada yang haram para pezina di pinggir-pinggir
jalan ataupun hotel-hotel mewah.
11)
Jalannya orang-orang yang di tunggu Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditelaganya, pada saat yang
lainnya di halau dari telaga Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam, sebagaimana dalam hadits: “Sesungguhnya aku akan
mendahului kalian di telaga itu. Barangsiapa melewatiku, dia akan minum di
telaga itu, dan barangsiapa yang berhasil minum darinya, niscaya tidak akan
haus selamanya. Sungguh beberapa kaum akan berusaha melewatiku. Aku mengenal
mereka dan mereka mengenaliku. Kemudian dipisahkan antara aku dan mereka.”
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Aku katakan, ‘Sesungguhnya
mereka dari golonganku!’ Dikatakan kepadaku, ‘Sesungguhnya kamu
tidak mengetahui apa yang mereka ada-adakan sepeninggalmu!’ Aku katakan,
‘Amat jauh (telagaku) bagi yang mengubah (agamaku) sepeninggalku.’’
(HR. al-Bukhari dan Muslim).
Semoga kita tidak termasuk golongan orang-orang yang terusir dari Telaga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Walhamdulillahirrabbil’alamin,
washalatu wa sallamu’ala rasulillah.
Wallahu a’lam.
Di Tanah Manis Yogyakarta,
20 Jumadil Awal 1436 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar