Minggu, 07 Juni 2015

JALANNYA ORANG-ORANG TERASING



www.abubassam19.blogspot.com

   Terasing merupakan suatu kondisi yang tidak mengenakkan bagi setiap atau sekelompok orang karena identik dengan kesendirian, jauh dari keramaian manusia bahkan bisa jadi jauh dari keluarga maupun orang tua. Terasing juga terkadang dekat dengan kekurangan dari bahan makanan ataupun minuman sebagaimana pengembara yang jauh dari rumah tinggalnya, ketika malam hari seringkali cuaca dingin menjadi selimutnya serta berkarib dengan teriknya matahari pada siang harinya. Orang yang terasing seringkali dicurigai sebagaimana sebuah pepatah kata  don’t talk with  strangers” yang artinya “jangan berbicara dengan orang asing” sebagai upaya pencegahan agar terhindar dari kejelekan orang asing tersebut. 

Namun menjadi orang yang terasing tidaklah menjadikan kita bersedih hati apabila keterasingan tersebut dalam rangka menjauhi sesuatu yang Allah Tabaraka wa Ta’ala dan Rasul-Nya telah melarangnya, ataupun keterasingan tersebut dalam rangka kita menta’ati Allah dan Rasul-Nya. Orang-orang yang terasing bahkan diminta untuk berbahagia oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dalam hadits dari Abu Hurairah Radhiallaahu'anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Islam dimulai dalam kondisi asing, dan akan kembali sebagaimana ia dimulai (sebagai sesuatu yang) asing; maka berbahagialah bagi kaum ghuraba' (orang-orang yang asing tersebut)" (H.R. Muslim). Ghuraba’ atau orang-orang yang asing tersebut, tidaklah bermakna secara fisik seperti seseorang hidup di negeri orang lain (bukan negeri sendiri) sebagai orang asing, akan tetapi bermakna bahwa seseorang dalam ke-istiqamah-annya, ibadahnya, berpegang teguh dengan agama dan menghindari fitnah-fitnah yang timbul adalah merupakan orang yang asing di tengah kaum yang tidak memiliki prinsip seperti demikian (Karakteristik Kaum Ghuraba’, 2004). 

Oleh karena itu marilah kita memilih jalannya orang-orang yang terasing (Ghuraba’), yaitu:

1)      Jalannya orang-orang yang berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman tiga generasi terbaik (para sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in), pada saat yang lainnya tidak berpegang teguh dengannya (Al-Qur’an dan As-Sunnah) bahkan memahaminya dengan seenak akal dan perasaan mereka saja.

2)      Jalannya orang-orang yang bertauhid jauh dari syirik, beribadah ikhlas hanya kepada Alloh Ta’ala serta tata caranya mencontoh (ittiba’) kepada Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, pada saat kebanyakan manusia berbuat Syirik mencampur adukan ibadahnya untuk selain Allah serta menambahkan hal-hal baru dalam agama ini sepeninggalnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

3)      Jalannya orang-orang yang menjadikan dirinya tiang-tiang agama dengan senantiasa mendirikan Shalat lima waktu berjamaah di Masjid serta shalat-shalat sunnah lainnya, pada saat kebanyakan manusia merobohkannya dengan tidak mendirikan shalat lima waku yang wajib apalagi yang sunnah.

4)      Jalannya orang-orang yang sibuk hari-harinya dengan membaca dan mentadaburi Al-Qur’an dan Hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, pada saat yang lainnya sibuk untuk membaca buku-buku karya tokoh-tokoh filsafat ataupun bukunya orang-orang orientalis liberal.

5)      Jalannya orang-orang yang siang-malamnya berusaha untuk mengafalkan Ayat-ayat suci A-Qur’an ataupun Hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, pada saat yang lainnya berusaha menghafalkan bait-bait lagu dari musisi kesayangannya atau pemikiran para tokoh filsafat.

6)      Jalannya orang-orang yang senantisa membasahi bibirnya dengan dzikrullah yang dengannya hatinya menjadi tenang, pada saat kebanyakan orang berbuih bibirnya dengan lantunan lagu-lagu yang melenakan hatinya bagaikan khamr yang memabukan.

7)      Jalannya orang-orang yang mengenakan pakaian syar’i yang tidak menampakan perhiasannya (auratnya), pada saat kebanyakan manusia berpakaian tetapi telanjang atau bahkan telanjang sama sekali layaknya orang-orang gila dipinggir jalan yang tanpa busana.

8)      Jalannya orang-orang yang mencari nafkah dengan halalal thoyibah, pada saat kebanyakan orang mencarinya dengan membabi buta tidak peduli halal-haram yang penting kebutuhan hidupnya terpenuhi.

9)      Jalannya orang-orang yang mendatangi taman-taman surga yaitu majelis-majelis ilmu syar’i di rumah-rumah Allah, pada saat kebanyakan orang berkerumun mendatangi konser-konser musik di cafe ataupun stadion megah yang bercampur baur laki-laki dan perempuan.

10)   Jalannya orang-orang yang menyalurkan hasratnya hanya pada jalan yang halal (pada pasangan nikahnya), pada saat kebanyakan menyalurkannya kepada yang haram para pezina di pinggir-pinggir jalan ataupun hotel-hotel  mewah.

11)   Jalannya orang-orang yang di tunggu Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditelaganya, pada saat yang lainnya di halau dari telaga Beliau  Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana dalam hadits: “Sesungguhnya aku akan mendahului kalian di telaga itu. Barangsiapa melewatiku, dia akan minum di telaga itu, dan barangsiapa yang berhasil minum darinya, niscaya tidak akan haus selamanya. Sungguh beberapa kaum akan berusaha melewatiku. Aku mengenal mereka dan mereka mengenaliku. Kemudian dipisahkan antara aku dan mereka.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Aku katakan, ‘Sesungguhnya mereka dari golonganku!’ Dikatakan kepadaku, ‘Sesungguhnya kamu tidak mengetahui apa yang mereka ada-adakan sepeninggalmu!’ Aku katakan, ‘Amat jauh (telagaku) bagi yang mengubah (agamaku) sepeninggalku.’’ (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Semoga kita tidak termasuk golongan orang-orang yang terusir dari Telaga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.   

 
Walhamdulillahirrabbil’alamin, washalatu wa sallamu’ala rasulillah.

Wallahu a’lam.


Di Tanah Manis Yogyakarta,
 20 Jumadil Awal 1436 H





Tidak ada komentar: