
Banyaknya isu yang meresahkan tentang imunisasi /vaksinasi yang beredar maka Kami berusaha mengumpulkan fatwa ulama, keterangan para ustadz dan ahli medis mengenai bolehnya imunisasi. Sehingga kami berharap saudara kita, muslim yang lainnya bisa menghormati muslim yang melaksanakan fatwa para ulama dan keterangan ustadz yang membolehkan imunisasi. Tidak mencela mereka yang melaksanakan imunisasi, apalagi sampai mempertanyakan keimanannya
karena dianggap tidak percaya dengan thibbun nabawi atau tidak tawakkal
dengan apa yang Allah anugrahkan yaitu imunitas alami tubuh. Ini adalah pernyataan yang kurang tepat
Kami juga sampai saat ini belum mendapatkan fatwa ulama dunia -yang diakui keilmuannya oleh dunia islam yang bersifat internasional – yang mengharamkan imunisasi dan vaksinasi. Jika ada yang mendapatkannya, kami harap memberi tahu, sebagai pertimbangan kami untuk membuat kelanjutan tulisan selanjutnya.
Berikut sumber fatwa ulama dan keterangan para ustadz:
A. Fatwa-Fatwa Ulama Dunia
1.Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah
Mufti Besar Kerajaan Arab Saudi ketua Lajnah Daimah dan Mantan Rektor Universitas Islam Madinah
2. Fatwa Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid hafidzahullah
Imam masjid dan khatib di Masjid Umar bin Abdul Aziz di kota al Khabar KSA dan dosen ilmu-ilmu keagamaan, pengasuh situs www.islam-qa.com
3. Fatwa Majelis Majelis Ulama Eropa untuk Fatwa dan Penelitian [المجلس الأوربي للبحوث والإفتاء]
B.Fatwa Lembaga dan Organisasi Islam di Indonesia
1.Fatwa MUI [Majelis Ulama Indonesia]
1.Fatwa MUI [Majelis Ulama Indonesia]
2. Fatwa dari Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
3. Fatwa LBM-NU [Lembaga Bahtsul Masa’il Nahdlatul Ulama] Indonesia
C. Keterangan Para Ustadz di Indonesia
1.Ustadz DR. Arifin Badri, MA hafizhahullah
Lulusan Doktoral Fikh Universitas Islam Madinah
2.Ustadz Firanda Andirja, MA hafizhahullah
Lulusan Master jurusan Akidah Universitas Madinah, Calon Doktor di jurusan yang sama
3. Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi hafizhahullah
Lulusan Markaz Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, Pimred Majalah Al-Furqon 4.Ustadz Abu Hudzaifah Al Atsary, MA hafizhahullah,
Lulusan Pascasarjana Jurusan Ulumul Hadits, Islamic University of Medina, KSA. 5.Ustadz Aris Munandar, SS. MA hafizhahullah
Lulusan Markaz Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, Pimred Majalah Al-Furqon 4.Ustadz Abu Hudzaifah Al Atsary, MA hafizhahullah,
Lulusan Pascasarjana Jurusan Ulumul Hadits, Islamic University of Medina, KSA. 5.Ustadz Aris Munandar, SS. MA hafizhahullah
Aktif mengisi kajian dan daurah di Yogyakarta dan sekitar
6.Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, ST hafizhahullah
Pengasuh situs Islami www.rumaysho.com, aktif menulis diberbagai situs islami yang masuk jajaran situs terpopuler islami Indonesia versi http://fimadani.com/inilah-daftar-puncak-35-situs-islami-di-indonesia-akhir-tahun-2011/
Pengasuh situs Islami www.rumaysho.com, aktif menulis diberbagai situs islami yang masuk jajaran situs terpopuler islami Indonesia versi http://fimadani.com/inilah-daftar-puncak-35-situs-islami-di-indonesia-akhir-tahun-2011/
Kemudian kami tambahkan keterangan dari ahli dan pakarnya. menerapkan perintah Allah Ta’ala,
فَاسْأَلُواْ أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
“Tanyalah kepada ahli dzikir jika kamu tidak tahu”. (An Nahl : 43).
“Tanyalah kepada ahli dzikir jika kamu tidak tahu”. (An Nahl : 43).
D.Keterangan Dokter dan pakar ahli
dr. Soedjatmiko, SpA(K), MSi beliau adalah:
1.Ketua III Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia 2002-2008
2.Sekretaris Satgas Imunisasi Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI).
3.Dokter Spesialis Anak Konsultan Tumbuh Kembang – Pediatri Sosial, Magister Sains Psikologi Perkembangan.
Berikut rincian dan penjelasannya:
A.Fatwa-Fatwa Ulama Dunia
1.Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah
Mufti Besar Kerajaan Arab Saudi ketua Lajnah Daimah dan Mantan Rektor Universitas Islam Madinah
Ketika beliau ditanya ditanya tentang hal ini,
ما هو الحكم في التداوي قبل وقوع الداء كالتطعيم؟
“Apakah hukum berobat dengan imunisasi sebelum tertimpa musibah?”
Beliau menjawab,
لا بأس بالتداوي إذا خشي وقوع الداء لوجود وباء أو أسباب أخرى
يخشى من وقوع الداء بسببها فلا بأس بتعاطي الدواء لدفع لبلاء الذي يخشى
منه لقول النبي صلى الله عليه وسلم في الحديث الصحيح: «من تصبح بسبع تمرات
من تمر المدينة لم يضره سحر ولا سم (1) » وهذا من باب دفع البلاء قبل وقوعه
فهكذا إذا خشي من مرض وطعم ضد الوباء الواقع في البلد أو في أي كان لا
بأس بذلك من باب الدفاع، كما يعالج المرض النازل، يعالج بالدواء المرض الذي
يخشى منه.
“La ba’sa (tidak masalah)
berobat dengan cara seperti itu jika dikhawatirkan tertimpa penyakit
karena adanya wabah atau sebab-sebab lainnya. Dan tidak masalah
menggunakan obat untuk menolak atau menghindari wabah yang
dikhawatirkan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits shahih (yang artinya),“Barangsiapa makan tujuh butir kurma Madinah pada pagi hari, ia tidak akan terkena pengaruh buruk sihir atau racun”
Ini termasuk tindakan menghindari penyakit sebelum terjadi. Demikian
juga jika dikhawatirkan timbulnya suatu penyakit dan dilakukan
immunisasi untuk melawan penyakit yang muncul di suatu tempat atau di
mana saja, maka hal itu tidak masalah, karena hal itu termasuk tindakan
pencegahan. Sebagaimana penyakit yang datang diobati, demikian juga
penyakit yang dikhawatirkan kemunculannya.
[sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/238]
2. Fatwa Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid hafidzahullah
Imam masjid dan khatib di Masjid Umar bin Abdul Aziz di kota al Khabar KSA dan dosen ilmu-ilmu keagamaan, pengasuh situs www.islam-qa.com
Dalam fatwa beliau mengenai imunisasi dan valsin beliau menjawab. Rincian bagian ketiga yang sesuai dengan pembahasan imunisasi dengan bahan yang haram tetapi memberi manfaat yang lebih besar. syaikh berkata,
لقسم الثالث : ما كان منها مواد محرَّمة أو نجسة في أصلها ،
ولكنها عولجت كيميائيّاً أو أضيفت إليها مواد أخرى غيَّرت من اسمها ووصفها
إلى مواد مباحة ، وهو ما يسمَّى ” الاستحالة ” ، ويكون لها آثار نافعة .
وهذه اللقاحات يجوز تناولها لأن الاستحالة التي غيَّرت اسم موادها ومواصفاتها قد غيَّرت حكمها فصارت مباحة الاستعمال .
وهذه اللقاحات يجوز تناولها لأن الاستحالة التي غيَّرت اسم موادها ومواصفاتها قد غيَّرت حكمها فصارت مباحة الاستعمال .
“rincian ketiga: vaksin yang terdapat didalamnya bahan yang
haram atau najis pada asalnya. Akan tetapi dalam proses kimia atau
ketika ditambahkan bahan yang lain yang mengubah nama dan sifatnya
menjadi bahan yang mubah. Proses ini dinamakan “istihalah”. Dan bahan [mubah ini] mempunyai efek yang bermanfaat.
Vaksin jenis ini bisa digunakan karena “istihalah” mengubah nama bahan dan sifatnya. Dan mengubah hukumnya menjadi mubah/boleh digunakan.”
[Dirangkum dari sumber: http://www.islam-qa.com/ar/ref/159845/%D8%AA%D8%B7%D8%B9%D9%8A%D9%85 ]
3. Fatwa Majelis Majelis Ulama Eropa untuk Fatwa dan Penelitian [المجلس الأوربي للبحوث والإفتاء] memutuskan dua hal:
أولا: إن استعمال هذا الدواء السائل قد ثبتت فائدته طبيا وأنه يؤدي إلى
تحصين الأطفال ووقايتهم من الشلل بإذن الله تعالى، كما أنه لا يوجد له بديل
آخر إلى الآن، وبناء على ذلك فاستعماله في المداواة والوقاية جائز لما
يترتب على منع استعماله من أضرار كبيرة، فأبواب الفقه واسعة في العفو عن
النجاسات – على القول بنجاسة هذا السائل – وخاصة أن هذه النجاسة مستهلكة في
المكاثرة والغسل، كما أن هذه الحالة تدخل في باب الضرورات أو الحاجيات
التي تن-زل من-زلة الضرورة، وأن من المعلوم أن من أهم مقاصد الشريعة هو
تحقيق المصالح والمنافع ودرء المفاسد والمضار.
ثانيا: يوصي المجلس أئمة المسلمين ومسئولي مراكزهم أن لا يتشددوا في مثل
هذه الأمور الاجتهادية التي تحقق مصالح معتبرة لأبناء المسلمين ما دامت لا
تتعارض مع النصوص القطعية
Pertama:
Penggunaan obat semacam itu ada manfaatnya dari segi medis. Obat
semacam itu dapat melindungi anak dan mencegah mereka dari kelumpuhan
dengan izin Allah. Dan obat semacam ini (dari enzim babi) belum ada
gantinya hingga saat ini. Dengan menimbang hal ini, maka penggunaan obat
semacam itu dalam rangka berobat dan pencegahan dibolehkan. Hal ini
dengan alasan karena mencegah bahaya (penyakit) yang lebih parah jika
tidak mengkonsumsinya. Dalam bab fikih, masalah ini ada sisi kelonggaran
yaitu tidak mengapa menggunakan yang najis (jika memang cairan tersebut
dinilai najis). Namun sebenarnya cairan najis tersebut telah mengalami
istihlak (melebur) karena bercampur dengan zat suci yang berjumlah
banyak. Begitu pula masalah ini masuk dalam hal darurat dan begitu
primer yang dibutuhkan untuk menghilangkan bahaya. Dan di antara tujuan
syari’at adalah menggapai maslahat dan manfaat serta menghilangkan
mafsadat dan bahaya.
Kedua:
Majelis merekomendasikan pada para imam dan pejabat yang berwenang
hendaklah posisi mereka tidak bersikap keras dalam perkara ijtihadiyah
ini yang nampak ada maslahat bagi anak-anak kaum muslimin selama tidak
bertentangan dengan dalil yang definitif (qoth’i).
B.Fatwa Lembaga dan Organisasi Islam di Indonesia
1.Fatwa MUI [Majelis Ulama Indonesia]
Fatwa MUI 4 Sya’ban 1431 H/16 Juli 2010 M [Fatwa Terbaru MUI]
Fatwa no. 06 tahun 2010 tentang
Penggunaan vaksin meningitis bagi jemaah haji atau umrah
Menetapkan ketentuan hukum:
1.Vaksin MencevaxTM ACW135Y hukumnya haram
2.Vaksin Menveo meningococal dan vaksin meningococcal hukumnya halal
3.Vaksin yang boleh digunakan hanya vaksin yang halal
4.Ketentuan dalam fatwa MUI nomor 5 tahun 2009 yang menyatakan bahwa
bagi orang yang melaksanakan wajib haji atau umrah wajib, boleh
menggunakan vaksin meningitis haram karena Al-hajah [kebutuhan mendesak] dinyatakan tidak berlaku lagi
2. Fatwa dari Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Pertanyaan dari Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah Majelis Kesehatan dan
Lingkungan Hidup, tentang status hukum vaksin, khususnya untuk imunisasi
polio yang dicurigai memanfaatkan enzim dari babi.
Jawaban:
Sebagai kesimpulan, dapatlah dimengerti bahwa vaksinasi polio yang memanfaatkan enzim tripsin dari babi hukumnya adalah mubah atau boleh, sepanjang belum ditemukan vaksin lain yang bebas dari enzim itu.
Sehubungan dengan itu, kami menganjurkan kepada pihak-pihak yang
berwenang dan berkompeten agar melakukan penelitian-penelitian terkait
dengan penggunaan enzim dari binatang selain babi yang tidak diharamkan
memakannya. Sehingga suatu saat nanti dapat ditemukan vaksin yang
benar-benar bebas dari barang-barang yang hukum asalnya adalah haram.
3. Fatwa LBM-NU [Lembaga Bahtsul Masa’il Nahdlatul Ulama] Indonesia
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama akan menindak lanjuti hasil sidang Lembaga Bahtsul Matsail NU (LBM-NU). Kesimpulan sidang menyatakan secara umum hukum vaksin meningitis suci dan boleh dipergunakan.
Menurut Katib Aam Suriah PBNU, Malik Madani, keputusan tersebut merupakan kesimpulan di internal LBM-NU. Secara pasti, hasilnya akan segera dibahas di kalangan suriah. ‘Tunggu hasilnya bisa disetujui dan bisa tidak,’ ujar dia kepada Republika di Jakarta, Rabu (1/9)
Apapun hasilnya kelak, ungkap Malik, PBNU merekomendasikan ke pemerintah agar melakukan vaksinasi kepada para jamaah haji dengan memakai vaksin yang halal berdasarkan syari’i. Hal ini penting, agar jamaah haji mendapat rasa nyaman dan kekhidmatan beribadah. Selain itu, masyarakat dihimbau tidak terlalu resah dengan informasi apapun terkait vaksin meningitis yang belum jelas.
Ketua LBM-NU, Zulfa Musthafa, mengemukakan berdasarkan informasi dan pemaparan sejumlah pakar dalam sidang LBM-NU diketahui bahwa semua produk vaksin meningitis pernah bersinggungan dengan enzim babi. Termasuk produk yang dikeluarkan oleh Novartis Vaccine and Diagnostics S.r.i dan Meningococcal Vaccine produksi Zheijiang Tianyuan Bior Pharmaceutical Co. Ltd. Akan tetapi, secara kesuluruhan hasil akhir produk-produk tersebut dinilai telah bersih dan suci.
Zulfa menuturkan, dalam pembahasannya, LBM-NU tidak terpaku pada produk tertentu. Tetapi, pembahasan lebih menitik beratkan pada proses pembuatan vaksin. Hasilnya, secara umum vaksin meningitis suci dan boleh dipergunakan. ”Dengan demikian, vaksin jenis Mancevax ACW135 Y, produksi Glaxo Smith Kline (GSK), Beecham Pharmaceutical, Belgia pun bisa dinyatakan halal,” tandas dia
Menurut Katib Aam Suriah PBNU, Malik Madani, keputusan tersebut merupakan kesimpulan di internal LBM-NU. Secara pasti, hasilnya akan segera dibahas di kalangan suriah. ‘Tunggu hasilnya bisa disetujui dan bisa tidak,’ ujar dia kepada Republika di Jakarta, Rabu (1/9)
Apapun hasilnya kelak, ungkap Malik, PBNU merekomendasikan ke pemerintah agar melakukan vaksinasi kepada para jamaah haji dengan memakai vaksin yang halal berdasarkan syari’i. Hal ini penting, agar jamaah haji mendapat rasa nyaman dan kekhidmatan beribadah. Selain itu, masyarakat dihimbau tidak terlalu resah dengan informasi apapun terkait vaksin meningitis yang belum jelas.
Ketua LBM-NU, Zulfa Musthafa, mengemukakan berdasarkan informasi dan pemaparan sejumlah pakar dalam sidang LBM-NU diketahui bahwa semua produk vaksin meningitis pernah bersinggungan dengan enzim babi. Termasuk produk yang dikeluarkan oleh Novartis Vaccine and Diagnostics S.r.i dan Meningococcal Vaccine produksi Zheijiang Tianyuan Bior Pharmaceutical Co. Ltd. Akan tetapi, secara kesuluruhan hasil akhir produk-produk tersebut dinilai telah bersih dan suci.
Zulfa menuturkan, dalam pembahasannya, LBM-NU tidak terpaku pada produk tertentu. Tetapi, pembahasan lebih menitik beratkan pada proses pembuatan vaksin. Hasilnya, secara umum vaksin meningitis suci dan boleh dipergunakan. ”Dengan demikian, vaksin jenis Mancevax ACW135 Y, produksi Glaxo Smith Kline (GSK), Beecham Pharmaceutical, Belgia pun bisa dinyatakan halal,” tandas dia
[sumber: http://hileud.com/lbm-nu-semua-vaksin-meningitis-bisa-digunakan.html ]
C. Keterangan Para Ustadz di Indonesia:
1.Ustadz DR. Arifin Badri, MA hafizhahullah
Lulusan Doktoral Fikh Universitas Islam Madinah
Beliau berkata dalam buku “imunisasi Syariat”:
“ sebagai contoh nyata bagi apa yang saya paparkan ialah: apa yang
beberapa lalu hangat dibicarakan, yaitu isu bahwa sebagian vaksin
imunisasi meningitis yang [katanya] pada proses produksinya mengggunakan
enzim tripsin yang berasal dari serum babi.
Semestinya isu ini ditindak lanjuti oleh pakar ilmu medis
dari umat Islam, terutama instansi pemerintah terkait. Selanjutnya hasil
penelitian dan investigasi mereka dipaparkan di hadapan ulama. Sehingga kebenaran hukum syar’i akan dapat dicapai. Dengan demikian masalah ini tidak
hanya berhenti sebagai isu yang dilontarkan ke masyarakat, kemudian
menimbulkan keresahan dan kebingungan dan tidak ada kepastian.
sebagaimana kita ketahui bersama, pernyataan berbagai pihak terkait,
saling bertentangan. Satu pihak misalnya Direktur perencanaan dan
pengembangan PT.Bio Farma, Drs. Iskandar, Apt, M,M menyatakan bahwa
enzim tripsin babi hanya berfungsi sebagai katalisator dalam proses
pembuatan vaksin. Tripsin babi hanya dipakai sebagai enzim
proteolitik [enzim yang digunakan sebagai katalisator pemisah
sel/protein]. Dan pada hasil akhirnya, enzim tripsin yang merupakan
unsur turunan dari pankreas babi tidak terdeteksi lagi. Enzim ini akan
mengalami proses pencucian, pemurnian dan penyaringan, sehingga hasil
akhirnya tidak ditemukan lagi sedikitpun dari serum babi.
Bila yang diungkapkan oleh Drs, Iskandar ini benar adaya, maka tidak ada alasan yang kuat untuk menfatwakan haram meningitis. Karena vaksin meningitis ini minimal bisa serupa dengan hewan jallalah, yaitu hewan ternak yang mayoritas pakannya adalah barang-barang najis.
عن ابن عمر قال نهى رسول الله صلى الله علسه و سلم عن أكل الجلالة و ألبانها
“Dari Ibnu Umar, ia menuturkan: Rasulullah shalallahu ‘alaii wa
sallam melarang umatnya dari memakan daging hewan jallalah dan meminum
susunya.” [HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah]
[Sumber: Buku Imunisasi syariat hal 122-124, Pustaka Darul Ilmi]
2.Ustadz Firanda Andirja, MA hafizhahullah
Lulusan Master jurusan Akidah Universitas Madinah, Calon Doktor di jurusan yang sama
Pengasuh situs www.firanda.com
Beliau sempat menjadi mahasiswa jurusan tehnik kimia UGM
Beliau berkata ketika ditanya tentang vaksinasi haji:
“enzim babi yang digunakan dalam vaksin adalah sebagai katalisator,
katalisator itu hanya sebagai perantara reaksi dan tidak bersatu dengan
enzim dan sudah tidak ada lagi dalam hasil reaksi, jika demikian tidak
mengapa”
[sumber: intisari rekaman kajian tanya-jawab ustadz Firanda, ada dipenyusun, bisa didownload di situs www.kajian.net ]
Catatan: ini kemungkinan besar keterangan terbaru
beliau karena ada juga rekaman kajian, beliau mengatakan “tidak tahu”
dan membawakan kaidah umum mengenai penimbangan mashlahat dan mafsadat
dalm suatu perkara
3. Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi hafizhahullah
Lulusan Markaz Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, Pimred Majalah Al-Furqon, pengasuh situs www.abiubaidah.com
Dalam tulisan beliau di Majalah Al Forqan, Edisi 05 Th. ke – 8 1429 H/2008 M dengan judul Imunisasi Dengan Vaksin Dari Enzim Babi:
Kesimpulan dan Penutup:
Setelah keterangan singkat di atas, kami yakin pembaca sudah bisa menebak kesimpulan kami tentang hukum imunisasi IPV ini, yaitu kami memandang bolehnya imunisasi jenis ini dengan alasan-alasan sebagai berikut :
Setelah keterangan singkat di atas, kami yakin pembaca sudah bisa menebak kesimpulan kami tentang hukum imunisasi IPV ini, yaitu kami memandang bolehnya imunisasi jenis ini dengan alasan-alasan sebagai berikut :
1.Imunisasi ini sangat dibutuhkan sekali sebagaimana penelitian ilmu kedokteran.
2.Bahan haram yang ada telah lebur dengan bahan-bahan lainnya.
3.Belum ditemukan pengganti lainnya yang mubah.
4.Hal ini termasuk dalam kondisi darurat.
5.Sesuai dengan kemudahan syari’at di kala ada kesulitan.
2.Bahan haram yang ada telah lebur dengan bahan-bahan lainnya.
3.Belum ditemukan pengganti lainnya yang mubah.
4.Hal ini termasuk dalam kondisi darurat.
5.Sesuai dengan kemudahan syari’at di kala ada kesulitan.
Demikianlah hasil analisis kami tentang masalah ini, maka janganlah kita meresahkan masyarakat dengan kebingungan kita tentang masalah ini.
Namun seperti yang kami isyarakatkan di muka bahwa pembahasan ini
belumlah titik, masih terbuka bagi semuanya untuk mencurahkan
pengetahuan dan penelitian baik sari segi ilmu medis maupun ilmu syar’i
agar bisa sampai kepada hukum yang sangat jelas. Kita memohon kepada
Allah agar menambahkan bagi kita ilmu yang bermanfaat. Amin.
4.Ustadz Abu Hudzaifah Al Atsary hafizhahullah,
Lulusan Pascasarjana Jurusan Ulumul Hadits, Islamic University of Medina, KSA. Pengasuh situs www.basweidan.wordpress.com
Ketika ditanya mengenai imunisasi,
“apakah di saudi bayi-bayinya diberi imunisasi lengkap sampai usia 1
tahun? apakah ada fatwa yang mengharamkan vaksin imunisasi pada bayi?
mohon infonya, ustadz. karena bidan2 dan dokter2 hingga hari ini tetap
memberikan imunisasi, padahal sudah bukan rahasia umum lagi bahwa
vaksin2 tersebut mengandung unsur haram. hal ini juga telah dilansir di
laman halalMUI.”
beliau menjawab:
“Di Saudi imunisasi merupakan syarat utama untuk mendapatkan Akte
Kelahiran Asli dan bisa masuk sekolah. Karenanya semua orang yang ingin
anaknya bisa sekolah harus imunisasi lengkap, bahkan hingga 5 tahun dan
buku imunisasinya tidak boleh hilang…
Ala kulli haal, saya sdh buka laman MUI, tp hasil pencarian yg saya dapatkan hanya berkisar ttg Vaksin Meningitis… ga ada yg bahas Imunisasi anak-anak. Kalau anti bisa dapatkan link-nya silakan kirim ke saya…
Sejauh ini saya belum mendapatkan fatwa yg mengharamkan imunisasi, bahkan syaikh Bin Baz membolehkan hal tersebut sebagai bentuk pencegahan… tentunya bila vaksin yg digunakan adalah halal. Wallahu a’lam.”
Ala kulli haal, saya sdh buka laman MUI, tp hasil pencarian yg saya dapatkan hanya berkisar ttg Vaksin Meningitis… ga ada yg bahas Imunisasi anak-anak. Kalau anti bisa dapatkan link-nya silakan kirim ke saya…
Sejauh ini saya belum mendapatkan fatwa yg mengharamkan imunisasi, bahkan syaikh Bin Baz membolehkan hal tersebut sebagai bentuk pencegahan… tentunya bila vaksin yg digunakan adalah halal. Wallahu a’lam.”
[sumber: https://basweidan.wordpress.com/soal-jawab/ ]
5.Ustadz Aris Munandar, SS. MA hafizhahullah
Pengasuh situs www.ustadzaris.com, aktif mengisi kajian dan daurah di Yogyakarta dan sekitar
Beliau menjawab pertanyaan:
Assalamu’alaykum
Pak ustadz, maaf sebelumnya
adakah tulisan atau artikel tambahan berupa fatwa dari ulama ahlu sunnah (saudi arabia) secara spesisifik pada vaksin polio (dengan katalisator yang berasal dari babi)atau yang sejenisnya.
Pak ustadz, maaf sebelumnya
adakah tulisan atau artikel tambahan berupa fatwa dari ulama ahlu sunnah (saudi arabia) secara spesisifik pada vaksin polio (dengan katalisator yang berasal dari babi)atau yang sejenisnya.
Jawaban beliau:
Syaikh Abdul Aziz alu syaikh, mufti Saudi saat ini ditanyai
oleh Ust Abu Ubaidah Yusuf Sidawi tentang vaksin yang menggunakan
katalis unsur dari babi namun pada produk akhirnya tidak ada lagi unsur
babi tersebut. jawaban beliau singkat padat, “La ba’tsa” alias tidak mengapa.
dialog ini terjadi setelah shalat Jumat di Masjid Syaikh Ibnu Baz di Aziziyah setelah selesai prosesi manasik haji pada tahun 2008. yang ikut mendengar fatwa Syaikh Abdul Aziz ketika itu saya sendiri dan ust anwari, pengajar ma’had alfurqon Gresik.
dialog ini terjadi setelah shalat Jumat di Masjid Syaikh Ibnu Baz di Aziziyah setelah selesai prosesi manasik haji pada tahun 2008. yang ikut mendengar fatwa Syaikh Abdul Aziz ketika itu saya sendiri dan ust anwari, pengajar ma’had alfurqon Gresik.
6.Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, ST hafizhahullah
Pengasuh situs Islami www.rumaysho.com,
Lulusan Tehnik Kimia UGM, mahasiswa Jami’ah Malik Su’ud Riyadh KSA
(Master of Chemical Engineering), aktif menulis diberbagai situs islami
yang masuk jajaran situs terpopuler islami Indonesia versi http://fimadani.com/inilah-daftar-puncak-35-situs-islami-di-indonesia-akhir-tahun-2011/
Beliau memberi keterangan tentang imunisasi:
“Jika dipahami bahwa enzim adalah hanya sebagai katalis, maka katalis itu tdk bercampur dg bahan ketika diperoleh produk akhir. Sifat katalis, langsung terpisah dg produk. Kalau memang terpisah spt ini, meskipun digunakan enzim babi, maka tdk ada masalah.
Namun jika enzim tsb bercampur maka berlaku dua kaedah istihalah dan istihlak. Intinya, dilihat pada produk akhir, jk tdk nampak lagi zat najis, maka kembali ke hukum asal. Ada kaedah para ulama, “Hukum itu berputar pada illahnya (sebabnya), jika illah ada, maka ada hukum. Jk tidak, maka tdk.”
Namun jika enzim tsb bercampur maka berlaku dua kaedah istihalah dan istihlak. Intinya, dilihat pada produk akhir, jk tdk nampak lagi zat najis, maka kembali ke hukum asal. Ada kaedah para ulama, “Hukum itu berputar pada illahnya (sebabnya), jika illah ada, maka ada hukum. Jk tidak, maka tdk.”
D.Keterangan Dokter dan Pakar Ahli
Berikut adalah tanya jawab mengenasi imunisasi dengan dr. Soedjatmiko, SpA(K), MSi beliau adalah:
1.Ketua III Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia 2002-2008
2.Sekretaris Satgas Imunisasi Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI).
3.Dokter Spesialis Anak Konsultan Tumbuh Kembang – Pediatri Sosial, Magister Sains Psikologi Perkembangan.
“Saat ini beredar di masyarakat berbagai pertanyaan dan keraguan
terkait dengan kehalalan vaksin. Untuk menjawab semua itu, Sekretaris
Satgas Imunisasi Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI)
Dr. Soedjatmiko akan menjawabnya lewat tanya jawab sebagai berikut:
Bagaimana cara mencegah wabah, sakit berat, cacat dan kematian akibat penyakit menular pada bayi dan balita ?
Pencegahan umum: berikan ASI eksklusif,
makanan pendamping ASI dengan gizi lengkap dan seimbang , kebersihan
badan, makanan, minuman, pakaian, mainan, dan lingkungan.
Pencegahan khusus: berikan imunisasi lengkap, karena
dalam waktu 4 – 6 minggu setelah imunisasi akan timbul antibodi
spesifik yang efektif mencegah penularan penyakit, sehingga tidak mudah
tertular, tidak sakit berat, tidak menularkan kepada bayi dan anak lain,
sehingga tidak terjadi wabah dan tidak terjadi banyak kematian.
Benarkah imunisasi aman untuk bayi dan balita ?
Benar. Saat ini 194 negara terus melakukan vaksinasi untuk bayi dan
balita. Badan resmi yang meneliti dan mengawasi vaksin di negara
tersebut umumnya terdiri atas para dokter ahli penyakit infeksi,
imunologi, mikrobiologi, farmakologi, epidemiologi, dan biostatistika.
Sampai saat ini tidak ada negara yang melarang vaksinasi, justru semua
negara berusaha meningkatkan cakupan imunisasi lebih dari 90% .
Mengapa ada “ilmuwan” menyatakan bahwa imunisasi berbahaya ?
Tidak benar imunisasi berbahaya. “Ilmuwan” yang sering dikutip di buku, tabloid, milis ternyata bukan ahli vaksin,
melainkan ahli statistik, psikolog, homeopati, bakteriologi, sarjana
hukum, wartawan. sehingga mereka tidak mengerti betul tentang vaksin.
Sebagian besar mereka bekerja pada era tahun 1950- 1960, sehingga
sumber datanya juga sangat kuno.
Benarkah “ilmuwan kuno” yang sering dikutip buku, tabloid, milis, ternyata bukan ahli vaksin ?
Benar, mereka semua bukan ahli vaksin. Contoh : Dr Bernard Greenberg (biostatistika tahun 1950),
DR. Bernard Rimland (Psikolog), Dr. William Hay (kolumnis), Dr.
Richard Moskowitz (homeopatik), dr. Harris Coulter, PhD (penulis buku
homeopatik, kanker), Neil Z. Miller, (psikolog, jurnalis), WB Clark
(awal tahun 1950) , Bernice Eddy (Bakteriologis tahun 1954), Robert F. Kenedy Jr (sarjana hukum) Dr. WB Clarke (ahli kanker, 1950an), Dr. Bernard Greenberg (1957-1959).
Benarkah dokter Wakefield “ahli vaksin”, membuktikan MMR menyebabkan autism ?
Tidak benar. Wakefield juga bukan ahli vaksin, dia dokter
spesialis bedah. Penelitian Wakefield tahun 1998 hanya dengan sample 18.
Banyak penelitian lain oleh ahli vaksin di beberapa negara menyimpulkan
MMR tidak terbukti mengakibatkan autis. Setelah diaudit oleh tim ahli
penelitian, terbukti bahwa Wakefield memalsukan data, sehingga
kesimpulannya salah. Hal ini telah diumumkan di majalah resmi kedokteran
Inggris British Medical Journal Februari 2011.
Benarkah di semua vaksin terdapat zat-zat berbahaya yang dapat merusak otak ?
Tidak benar. Isu itu karena “ilmuwan”
tersebut di atas tidak mengerti isi vaksin, manfaat, dan batas keamanan
zat-zat di dalam vaksin. Contoh: jumlah total etil merkuri yang masuk
ke tubuh bayi melalui vaksin sekitar 2 mcg/kgbb/minggu, sedangkan batas
aman menurut WHO adalah jauh lebih banyak (159 mcg/kgbb/minggu). Oleh
karena itu vaksin mengandung merkuri dengan dosis yang sangat rendah dan
dinyatakan aman oleh WHO dan badan-badan pengawasan lainnya.
Benarkah isu bahwa “semua zat kimia” berbahaya bagi bayi ?
Tidak benar. Isu itu beredar karena penulis buku,
tabloid, milis, tidak pernah belajar ilmu kimia. Oksigen, air, nasi,
buah, sayur, jahe, kunyit, lengkuas, semua tersusun dari zat-zat kimia.
Buktinya oksigen rumus kimianya O2, air H2O, garam NaCl. Buah dan sayur
terdiri atas serat selulosa, fruktosa, vitamin, mineral, dll. Telur
terdiri dari protein, asam amino, mineral. Itu semua zat kimia, karena
ada rumus kimianya. Jadi zat-zat kimia umumnya justru sangat dibutuhkan untuk manusia asal bukan zat yang berbahaya atau dalam takaran yang aman.
Benarkah vaksin terbuat dari nanah, dibiakkan di janin anjing, babi, manusia yang sengaja digugurkan?
Tidak benar. Isu itu bersumber dari
“ilmuwan” 50 tahun lalu (tahun 1961-1962). Teknologi pembuatan vaksin
berkembang sangat pesat. Sekarang tidak ada vaksin yang terbuat dari
nanah atau dibiakkan embrio anjing, babi, atau manusia.
Benarkah vaksin mengandung lemak babi ?
Tidak benar. Hanya sebagian kecil dari vaksin yang
pernah bersinggungan dengan tripsin pada proses pengembangan maupun
pembuatannya seperti vaksin polio dan meningitis. Pada vaksin
meningitis, pada proses penyemaian induk bibit vaksin tertentu 15 – 20
tahun lalu, ketika panen bibit vaksin tersebut bersinggungan dengan
tripsin pankreas babi untuk melepaskan induk vaksin dari persemaiannya.
Tetapi kemudian induk bibit vaksin tersebut dicuci dan dibersihkan
total, sehingga pada vaksin yang disuntikkan tidak mengandung tripsin
babi. Atas dasar itu maka Majelis Ulama Indonesia berpendapat vaksin itu
boleh dipakai, selama belum ada penggantinya. Contohnya vaksin
meningokokus (meningitis) haji diwajibkan oleh Saudi Arabia bagi semua
jemaah haji untuk mencegah radang otak karena meningokokus.
Benarkah vaksin yang dipakai di Indonesia buatan Amerika ?
Tidak benar. Vaksin yang digunakan oleh program imunisasi di Indonesia adalah buatan PT Bio Farma
Bandung, yang merupakan BUMN, dengan 98,6% karyawannya adalah Muslim.
Proses penelitian dan pembuatannya mendapat pengawasan ketat dari
ahli-ahli vaksin di BPOM dan WHO. Vaksin-vaksin tersebut juga diekspor
ke 120 negara, termasuk 36 negara dengan penduduk mayoritas beragama
Islam, seperti Iran dan Mesir.
Benarkah program imunisasi hanya di negara Muslim dan miskin agar menjadi bangsa yang lemah?
Tidak benar. Imunisasi saat ini dilakukan
di 194 negara, termasuk negara-negara maju dengan status sosial ekonomi
tinggi, dan negara-negara non-Muslim. Kalau imunisasi bisa melemahkan
bangsa, maka mereka juga akan lemah, karena mereka juga melakukan
program imunisasi, bahkan lebih dulu dengan jenis vaksin lebih banyak.
Kenyataanya : bangsa dengan cakupan imunisasi lebih tinggi justru lebih
kuat. Jadi terbukti bahwa imunisasi justru memperkuat kekebalan terhadap penyakit infeksi, bukan melemahkan.
Benarkah isu di buku, tabloid dan milis bahwa di Amerika banyak kematian bayi akibat vaksin ?
Tidak benar. Isu itu karena penulis tidak faham data Vaccine Adverse Event Reporting System (VAERS) FDA
Amerika tahun 1991-1994, yang mencatat 38.787 laporan kejadian ikutan
pasca imunisasi, oleh penulis angka tersebut ditafsirkan sebagai angka
kematian bayi 1 – 3 bulan. Kalau memang benar angka kematian begitu
tinggi tentu FDA AS akan heboh dan menghentikan vaksinasi. Faktanya
Amerika tidak pernah meghentikan vaksinasi bahkan mempertahankan cakupan
semua imunisasi di atas 90 %. Angka tersebut adalah semua keluhan
nyeri, gatal, merah, bengkak di bekas suntikan, demam, pusing, muntah
yang memang rutin harus dicatat kalau ada laporan masuk. Kalau ada
38.787 laporan dari 4,5 juta bayi berarti KIPI hanya 0,9 %.
Benarkah isu bahwa banyak bayi balita meninggal pada imunisasi masal campak di Indonesia ?
Tidak benar. Setiap laporan kecurigaan adanya kejadian
ikutan pasca imunisasi (KIPI) selalu dikaji oleh Komnas/Komda KIPI yang
terdiri dari pakar-pakar penyakit infeksi, imunisasi, imunologi. Setelah
dianalisis dari keterangan keluarga, dokter yang merawat di rumah
sakit, hasil pemeriksaan fisik, dan laboratorium, ternyata balita
tersebut meninggal karena radang otak, bukan karena vaksin campak. Pada
bulan itu ada beberapa balita yang tidak imunisasi campak juga menderita
radang otak. Berarti kematian balita tersebut bukan karena imunisasi
campak, tetapi karena radang otak.
Demam, bengkak, merah setelah imunisasi membuktikan bahwa vaksin berbahaya?
Tidak berbahaya. Demam, merah, bengkak, gatal di bekas
suntikan adalah reaksi wajar setelah vaksin masuk ke dalam tubuh.
Seperti rasa pedas dan berkeringat setelah makan sambal adalah reaksi
normal tubuh kita. Umumnya keluhan tersebut akan hilang dalam beberapa
hari. Boleh diberi obat penurun panas, dikompres. Bila perlu bisa konsul
ke petugas kesehatan terdekat.
Benarkah vaksin Program Imunisasi di Indonesia juga dipakai oleh 36 negara Muslim?
Benar. Vaksin yang digunakan oleh program imunisasi di
Indonesia adalah buatan PT Biofarma Bandung. Vaksin-vaksin tersebut
dibeli dan dipakai oleh 120 negara, termasuk 36 negara dengan penduduk
mayoritas beragama Islam.
Benarkah isu di tabloid, milis, bahwa program imunisasi gagal?
Tidak benar. Isu-isu tersebut bersumber dari data
yang sangat kuno (50 – 150 tahun lalu) hanya dari 1 – 2 negara saja,
sehingga hasilnya sangat berbeda dengan hasil penelitian terbaru,
karena vaksinnya sangat berbeda.
Contoh :
– Isu vaksin cacar variola gagal, berdasarkan data yang sangat kuno, di Inggris tahun 1867 – 1880 dan Jepang tahun 1872-1892. Fakta terbaru sangat berbeda, bahwa dengan imunisasi cacar di seluruh dunia sejak tahun 1980 dunia bebas cacar variola.
-Isu vaksin difteri gagal, berdasarkan data di Jerman tahun 1939. Fakta sekarang: vaksin difteri dipakai di seluruh dunia dan mampu menurunkan kasus difteri hingga 95 %.
-Isu pertusis gagal hanya dari data di Kansas dan Nova Scottia tahun 1986
-Isu vaksin campak berbahaya hanya berdasar penelitian 1989-1991 pada anak miskin berkulit hitam di Meksiko, Haiti dan Afrika
Benarkah program imunisasi gagal, karena setelah diimunisasi bayi balita masih bisa tertular penyakit tersebut ?
Tidak benar program imunisasi gagal. Perlindungan vaksin
memang tidak 100%. Bayi dan balita yang telah diimunisasi masih bisa
tertular penyakit, tetapi jauh lebih ringan dan tidak berbahaya. Bayi
balita yang belum diimunisasi lengkap bila tertular penyakit tersebut
bisa sakit berat, cacat atau meninggal.
Benarkah imunisasi bermanfaat mencegah wabah, sakit berat, cacat dan kematian bayi dan balita?
Benar. Badan penelitian di berbagai negara membuktikan
bahwa dengan meningkatkan cakupan imunisasi, maka penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi berkurang secara bermakna. Oleh karena itu
saat ini program imunisasi dilakukan terus menerus di 194 negara,
termasuk negara dengan sosial ekonomi tinggi dan negara yang mayoritas
penduduknya beragama Islam. Semua negara berusaha meningkatkan cakupan
agar lebih dari 90 %. Di Indonesia, setelah wabah polio 2005-2006 karena
banyak bayi yang tidak diimunisasi polio, maka menyebabkan 305 anak
lumpuh permanen. Setelah digencarkan imunisasi polio, sampai saat ini
tidak ada lagi kasus polio baru.
Mengapa di Indonesia ada buku, tabloid, milis, yang
menyebarkan isu bahwa vaksin berbahaya, tidak effektif, tidak dilakukan
di negara maju ?
Karena di Indonesia ada orang-orang yang tidak mengerti tentang
vaksin dan imunisasi, hanya mengutip dari “ilmuwan” tahun 1950 -1960
yang ternyata bukan ahli vaksin, atau berdasar data-data 30 – 40 tahun
lalu (1970 – 1980an) atau hanya dari 1 sumber yang tidak kuat. Atau dia
mengutip Wakefield spesialis bedah, bukan ahli vaksin, yang
penelitiannya dibantah oleh banyak tim peneliti lain, dan oleh majalah
resmi kedokteran Inggris British Medical Journal Februari 2011
penelitian Wakefield dinyatakan salah alias bohong. Ia hanya berdasar
kepada 1 – 2 laporan kasus yang tidak diteliti lebih lanjut secara
ilmiah, hanya berdasar logika biasa.
Bagaimana orangtua harus bersikap terhadap isu-isu tersebut?
Sebaiknya semua bayi dan balita diimunisasi secara lengkap. Saat
ini 194 negara di seluruh dunia yakin bahwa imunisasi aman dan
bermanfaat mencegah wabah, sakit berat, cacat, dan kematian pada bayi
dan balita. Terbukti 194 negara tersebut terus menerus melaksanakan program
imunisasi, termasuk negara dengan sosial ekonomi tinggi dan negara yang
mayoritas penduduknya beragama Islam, dengan cakupan umumnya lebih dari
85 %.
Badan penelitian di berbagai negara membuktikan kalau semakin banyak
bayi balita tidak diimunisasi akan terjadi wabah, sakit berat, cacat
atau mati. Hal ini telah terbukti di Indonesia, di mana wabah polio
merebak pada tahun 2005-2006 (305 anak lumpuh permanen), wabah campak
2009 – 2010 (5.818 anak dirawat di RS, meninggal 16), dan wabah difteri
2010-2011 (816 anak di rawat di RS, 56 meninggal).
Bisakah ASI, gizi, dan suplemen herbal menggantikan imunisasi ?
Tidak ada satupun badan penelitian di dunia yang menyatakan bisa, karena
kekebalan yang dibentuk sangatlah berbeda. ASI, gizi, suplemen herbal,
kebersihan, hanya memperkuat pertahanan tubuh secara umum, karena tidak
membentuk kekebalan spesifik terhadap kuman tertentu. Kalau jumlah
kuman banyak dan ganas, perlindungan umum tidak mampu melindungi bayi,
sehingga masih bisa sakit berat, cacat atau bahkan mati.
Imunisasi merangsang pembentukan antibodi dan kekebalan seluler yang
spesifik terhadap kuman-kuman atau racun kuman tertentu, sehingga
bekerja lebih cepat, efektif, dan efisien untuk mencegah penularan
penyakit yang berbahaya.
Bolehkah selain diberikan imunisasi, ditambah dengan suplemen gizi dan herbal?
Boleh. Selain diberi imunisasi, bayi harus diberi ASI eksklusif,
makanan pendamping ASI dengan gizi lengkap dan seimbang, kebersihan
badan, makanan, minuman, pakaian, mainan, dan lingkungan. Suplemen
diberikan sesuai kebutuhan individual yang bervariasi. Selain itu bayi
harus diberikan kasih sayang dan stimulasi bermain untuk mengembangkan
kecerdasan, kreatifitas dan perilaku yang baik.
Benarkah bayi dan balita yang tidak diimunisasi lengkap rawan tertular penyakit berbahaya ?
Benar. Banyak penelitian imunologi dan epidemiologi di
berbagai membuktikan bahwa bayi balita yang tidak diimunisasi lengkap
tidak mempunyai kekebalan spesifik terhadap penyakit-penyakit berbahaya.
Mereka mudah tertular penyakit tersebut, akan menderita sakit berat,
menularkan ke anak-anak lain, menyebar luas, terjadi wabah, menyebabkan
banyak kematian dan cacat.
Benarkah wabah akan terjadi bila banyak bayi dan balita tidak diimunisasi ?
Benar. Itu sudah terbukti di beberapa negara Asia, Afrika dan di Indonesia.
Contoh: wabah polio 2005-2006 di Sukabumi karena banyak bayi balita
tidak diimunisasi polio, dalam hitungan beberapa bulan, virus polio
menyebar cepat ke Banten, Lampung, Madura, menyebabkan 305 anak lumpuh
permanen.
Wabah campak di Jawa Tengah dan Jawa Barat 2010-2011 mengakibatkan
5.818 anak dirawat di rumah sakit dan 16 anak di antaranya meninggal
dunia.
Wabah difteri dari Jawa Timur 2009 – 2011 menyebar ke Kalimantan
Timur, Selatan, Tengah, Barat, DKI Jakarta, menyebabkan 816 anak harus
di rawat di rumah sakit, 54 meninggal.
Editor: Ella Syafputri
Demikianlah yang dapat kami susun, semoga bermanfaat bagi kaum muslimin. amin yaa rabbal ‘alamin
wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam
Disempurnakan di Lombok, pulau seribu masjid
16 Jumadil awal 1432 H, Bertepatan 8 April 2012
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com
Judul Asli : Fatwa-Fatwa Ulama, Keterangan Para Ustadz dan Ahli Medis Di Indonesia Tentang Bolehnya Imunisasi-Vaksinasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar