Pembahasan mengenai Daulah Fatimiyah adalah pembahasan yang
menarik, karena kontroversi yang ditimbulkan oleh daulah ini cukup
menggegerkan dunia Islam. Ada yang mengatakan kerajaan ini memiliki
sumbangsih besar mengenalkan umat Islam pada ilmu pengetahuan, karena
merekalah yang membangun Universitas al-Azhar. Di sisi lain, kerajaan
ini dikatakan sebagai kerajaan ekstrim yang intoleran, menindas muslim
Sunni atau Ahlussunnah wal Jamaah. Sejarah kerajaan yang dipenuhi dengan
penindasan, penipuan, dan penyimpangan dari ajaran Islam juga menjadi
sisi lain yang perlu diangkat dan diketengahkan.
Sebelum membahas kekuatan politik Daulah Fatimiyah, terlebih dahulu
kita membahas ideologi kerajaan ini, karena inilah yang melandasi
gerakan politiknya. Daulah Fatimiyah adalah sebuah kerajaan yang
berideologi Syiah, lebih tepatnya Syiah Ismailiyah. Syiah Ismailiyah
adalah sekte Syiah yang meyakini bahwa Ismail bin Ja’far adalah imam
ketujuh, adapun mayoritas Syiah (Syiah Itsna Asyriyah) meyakini bahwa
Musah bin Ja’fa-lah imam ketujuh setelah Ja’far ash-Shadiq. Perbedaan
dalam permasalahan pokok ini kemudian berkembang ke berbagai prinsip
ajaran yang lain yang semakin membedakan ajaran Syiah Ismailiyah dengan
Syiah arus utama, Syiah Itsna Asyriyah, sehingga ajaran ini menjadi
sekte tersendiri.
Ismailiyah memiliki keyakinan yang menyimpang jauh dari ajaran dan
akidah Islam. Sebagaimana sekte Syiah lainnya, Syiah Ismailiyah juga
meyakini bahwa para imam terjaga dari perbuatan dosa, mereka adalah
sosok yang sempurna, dan tidak ada celah sama sekali. Para imam juga
dianggap memiliki kemampuan-kemampuan rububiyah, pendek kata, para imam merupakan perwujudan Tuhan di muka bumi.
Tentu saja pandangan Ismailiyah ini bertentanga dengan nilai-nilai
tauhid yang diajarkan Islam. Mereka mengultuskan para imam mereka
sebagaimana Nasrani mengultuskan Nabi Isa ‘alaihissalam. Atas
dasar ini, para ulama menyimpulkan bahwa Syiah Ismailiyah bukanlah
bagian dari Agama Islam. Dengan demikian, otomatis Daulah Fatimiyah
tidak dianggap sebagai kerajaan Islam dan peninggalan-peninggalan mereka
juga tidak dikategorikan sebagai warisan budaya Islam.
Munculnya Dinasti Fatimiyah
Setelah mengetahui dasar ideologi Syiah Ismailiyah, umat Islam
menolak ajaran ini dengan terang-terangan, akibatnya orang-orang yang
berpegang pada ajaran ini menyembunyikan keyakinan kufur mereka.
Sepanjang tahun 800-an hingga awal 900-an M, mereka menyebarkannya
kepada orang-orang awam secara sembunyi-sembunyi. Strategi ini mereka
lancarkan mulai dari Maroko hingga ke India. Akhirnya pada tahun 909 M,
mereka mulai menetapkan berdakwah secara terang-terangan dan mulai
berpengaruh di dunia Islam.
Pada tahun 909 M, di Tunisia, seseorang yang bernama Said bin Husein
yang memiliki laqob Ubaidullah al-Mahdi Billah memproklamirkan diri
sebagai khalifah Daulah Fatimiyah. Ubaidullah al-Mahdi menuntut kepada
pengikut sekte Syiah Ismailiyah untuk menaatinya karena dia mengklaim
dirinya sebagai imam dalam sekte Syiah Ismailiyah yang memiliki hubungan
darah dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari jalur putri beliau Fatimah binti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
(dari sini terambil nama Fatimiyah). Para ulama telah membantah klaim
nasab Ubaidullah al-Mahdi ini, oleh karena itu mereka menyebut Daulah
ini dengan Daulah Ubaidiyah bukan Daulah Fatimiyah.
Untuk memperkuat kerajaan barunya, Ubaidullah al-Mahdi mengakomodir
orang-orang Barbar di Afrika Utara sebagai kekuatan militer. Ia berhasil
mempengaruhi orang-orang Barbar yang sudah kecewa dengan Dinasti
Aghlabiyah di Afrika Utara dan menjanjikan posisi yang baik dan balasan
yang memuaskan apabila mereka bergabung dengan Daulah Fatimiyah.
Usaha Ubaidullah al-Mahdi tidak sia-sia, orang-orang Barbar dengan
berbagai sukunya berhasil diajak bergabung dan membantunya menaklukkan
Daulah Aghlabiyah. Di Kota Raqqadah bekas istana Aghlabiyah pemerintahan
Ubaidullah al-Mahdi dimulai. Dari sini kekuasaanya mulai meluas dari
Afrika Utara, Maroko, Aljazair, Tunisia, Libia, Sisilia, dan Malta
berhasil jatuh dan tunduk di bawah kekuasaannya. Keberhasilan Daulah
Fatimiyah ini tentu saja menjadi teror bagi mayoritas umat Islam,
terlebih khusus kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad.
Daulah Fatimiyah Menguasai Mesir
Pada tahun 969 M, Fatimiyah sudah memiliki kekuatan yang cukup besar,
inilah saatnya menakulkkan wilayah yang besar, strategsi, dan memiliki
pengaruh dan prestise, yaitu Mesir. Saat itu, Mesir dipimpin oleh
Dinasti Iksidiyah yang dipercayakan penguasa Abbasiyah untuk bertanggung
jawab di Mesir dan wilayah kota suci: Mekah, Madinah, dan Jerusalem.
Daulah Fatimiyah berhasil menaklukkan Dinasti Iksidiyah sehingga secara
otomatis tiga kota suci tersebut jatuh ke wilayah kekuasaan Fatimiyah.
Setelah itu, mereka menjadikan Kairo sebagai ibu kota kekhalifahan.
Di akhir tahun 900-an M, daulah ini menjadi sebuah kekuatan adidaya,
mereka menguasai sebagian besar dunia Islam, kekuasaan mereka terbentang
dari Maroko hingga Suriah. Saat inilah para orientalis menyebut bahwa
Daulah Fatimiyah mencapai masa keemasan dan mempraktikkan nilai-nilai
toleran antara umat beragama. Namun kenyataannya, teloransi di masa
Daulah Fatimiyah hanyalah mitos belaka, bahkan nilai-nilai toleran itu
semakin buruk saat mereka berhasil menaklukkan Mesir. Para orientalis
menyebut masa itu sebagai masa toleransi semata-mata karena saat itu
populasi Yahudi dan Kristen semakin besar di dunia Islam.
Mengapa kita katakan hal itu hanya mitos? Berikut ini data-data sikap
intoleran yang dipraktikkan Daulah Fatimiyah, sekaligus membantah klaim
para orientalis tersebut.
Orientalis berpendapat bahwa pada masa Fatimimiyah pertumbuhan
populasi Yahudi dan Kristen cukup besar dan orang-orang Fatimiyah secara
terbuka bekerja sama dengan orang-orang ahlul kitab ini. Kita katakan,
hal ini bukanlah hal yang baru dalam perjalanan sejarah umat Islam.
Dinasti Umayyah dan Abbasiyah juga terbuka dan profesional bekerja sama
dengan orang-orang non-Islam. Bahkan pada masa Abbasiyah hal itu sangat
tampak kentara. Pemerintah Abbasiyah terbuka mengundang orang-orang
ahlul kitab, bahkan orang-orang pagan (penyembah berhala) Yunani untuk
memasuki Baghdad. Mereka dimanfaatkan oleh Abbasiyah untuk membangun
kejayaan umat Islam.
Pada masa kekuasaan Fatimiyah, orang-orang Sunni
dilarang memasuki Kota Jerusalem
Dalam perspektif Islam, justru Fatimiyah tidak menerapkan sistem yang
longgar bagi orang-orang Sunni atau Ahlussunnah. Sunni dipaksa
menyebutkan nama-nama kahlifah Fatimiyah dalam setiap khutbah Jumat,
orang-orang Syiah Ismailiyah diperbolehkan bahkan dimotivasi untuk
berkunjung ke Jerusalem, sedangkan orang-orang Sunni dilarang melakukan
hal itu (Jerusalem: The Biography, Hal. 204).
n orang-orang
Qaramitah di Semenanjung Arab. Duet ini bertanggung jawab atas
tindakan-tindakan ofensif terhadap kaum muslimin di wilayah tersebut.
Tahun 906 M, mereka menyerang kafilah jamaah haji yang hendak menuju
Mekah yang mengakibatkan 20.000 jamaah terbunuh. Tahun 928 M, Qaramitah
dipimpin oleh Abu Thahir menyerang Mekah, membantai penduduknya, dan mencongkel Hajar Aswad. 22 tahun kemudian baru mereka kembalikan Hajar Aswad ke Mekah setelah diberikan tebusan (A History of Medieval Islam, Hal: 130). Imam Ibnu Katsir “Dia (Abu Thahir) telah melakukan ilhad (kekufuran) di Masjidil Haram, yang tidak pernah dilakukan oleh orang sebelumnya dan orang sesudahnya.” (al-Bidayah wan Nihayah, 11:190-192).
Secara keseluruhan, masa pemerintahan Fatimiyah adalah penderitaan
bagi Ahlussunnah, mereka melakukan penganiayaan dan memaksa Ahlussunah
untuk menganut keyakinan kufur Ismailiyah. Ribuan Ahlussunnah dibunuh
lantaran mereka menolak untuk menghina para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (The History of Islam,
Hal: 269). Puncaknya terjadi pada masa khalifah Fatimiyah, al-Hakim bi
Amrillah (996-1021 M), ia menyiksa orang-orang selain dari Syiah
Ismailiyah termasuk juga orang-orang Yahudi dan Kristen. Semua gereja
dan sinagog di Jerusalem dihancurkan atau minimal ditutup, sampai-sampai
orang-orang Yahudi dan Kristen harus berpura-pura menganut agama Syiah
Ismailiyah (Jerusalem: The Biography, Hal: 208). Ia memerintahkan penghancuran makam suci bagi umat Kristen (History of The Arabs,
Hal: 792). Buah dari perbuatannya ini adalah pecahnya Perang Salib.
Sehingga kita bisa menggarisbawahi bahwa Perang Salib bukanlah dipicu
oleh Islam dan umat Islam, hal itu disebabkan oleh tingkah laku al-Hakim
bi Amrillah dan doktrin Syiah Ismailiyahnya, terlebih dia juga termasuk
imam dalam ajaran Syiah Ismailiyah bahkan dia mengklaim bahwa dirinya
adalah penjelmaan Allah (History of The Arabs, Hal: 792).
Keruntuhan Kerajaan
Kemunduran Daulah Fatimiyah dimulai ketika Khalifah al-Zahir wafat
dan digantikan oleh anaknya yang masih berumur sebelas tahun, Ma’ad
al-Muntashir. Ia berkuasa hampir selama enam puluh tahun, dari 1035-1094
M. Pada masa pemerintahannya wilayah Fatimiyah yang luas menyusut
sedikit demi sedikit hingga lebih kecil dari wilayah Mesir sekarang.
Pada masa itu kekacauan terjadi dimana-mana; kericuhan dan pertikaian
terjadi di antara orang Turki, Barbar, dan Sudan, kekuasaan negara
lumpuh, kelaparan yang terjadi selama tujuh tahun pun melumpuhkan
perekonomian negara. Kemudian masa-masa setelahnya terus digantikan oleh
khalifah-khalifah belia yang bahkan belum menginjak usia akil balig.
Wilayah kekuasan Daulah Fatimiyah di masa keemasannya
Pembunuhan dan perebutan tahta mulai terjadi, perekonomian kacau,
pajak naik untuk mencukupi kebutuhan kerajaan, dan ketidakstabilan
terjadi dalam banyak hal. Keadaan semakin parah dan rumit dengan
datangnya Pasukan Salib dan serangan balasan dari Almaric, Raja
Jerusalem. Keadaan menyedihkan itu diakhiri oleh Shalahuddin al-Ayyubi pada 1171 M, ia meruntuhkan Daulah Fatimiyah dan menurunkan khalifahnya yang terakhir dari tahtanya.
Diantara peninggalan Daulah Fatimiyah yang paling berharga adalah
Universitas al-Azhar yang semula mencetak sarjana-sarjana Syiah kemudian
diganti oleh Shalahuddin menjadi universitas yang mencetak tokoh-tokoh
Sunni.
Sumber:
- History of The Arabs
- lostislamichistory.com
- islamstory.com
- History of The Arabs
- lostislamichistory.com
- islamstory.com
Sumber:
Artikel www.KisahMuslim.com
Artikel www.KisahMuslim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar