Manakah
pekerjaan terbaik bagi seorang muslim? Apakah berdagang lebih utama
dari lainnya? Ataukah pekerjaan terbaik tergantung dari keadaan tiap
individu?
Ada yang pernah bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أَىُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ قَالَ عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ
"Wahai
Rasulullah, mata pencaharian (kasb) apakah yang paling baik?" Beliau
bersabda, "Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri dan
setiap jual beli yang mabrur (diberkahi)." (HR. Ahmad 4: 141, hasan lighoirihi)
Pekerjaan yang Thoyyib
Kasb yang dimaksud dalam hadits di atas adalah usaha atau pekerjaan mencari rizki. Asy Syaibani mengatakan bahwa kasb adalah mencari harta dengan menempuh sebab yang halal. Sedangkan kasb thoyyib, maksudnya adalah usaha yang berkah atau halal. Sehingga pertanyaan dalam hadits di atas dimaksudkan ‘manakah pekerjaan yang paling diberkahi?’
Kita dapat mengambil pelajaran
penting bahwa para sahabat tidak bertanya manakah pekerjaan yang paling
banyak penghasilannya. Namun yang mereka tanya adalah manakah yang
paling thoyyib (diberkahi). Sehingga dari sini kita dapat tahu
bahwa tujuan dalam mencari rizki adalah mencari yang paling berkah,
bukan mencari manakah yang menghasilkan paling banyak. Karena
penghasilan yang banyak belum tentu barokah. Demikian penjelasan
berharga dari Syaikh ‘Abdullah bin Sholih Al Fauzan dalam Minhatul ‘Allam, 6: 10.
Pekerjaan dengan Tangan Sendiri
Ada dua mata pencaharian yang
dikatakan paling diberkahi dalam hadits di atas. Yang pertama adalah
pekerjaan dengan tangan sendiri. Hal ini dikuatkan pula dalam hadits
yang lain,
مَا
أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ
يَدِهِ ، وَإِنَّ نَبِىَّ اللَّهِ دَاوُدَ - عَلَيْهِ السَّلاَمُ - كَانَ
يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
“Tidaklah
seseorang memakan suatu makanan yang lebih baik dari makanan yang ia
makan dari hasil kerja keras tangannya sendiri. Karena Nabi Daud
‘alaihis salam dahulu bekerja pula dengan hasil kerja keras tangannya.”
(HR. Bukhari no. 2072). Bahkan sebagaimana disebutkan dalam hadits ini,
mencari kerja dengan tangan sendiri sudah dicontohkan oleh para nabi
seperti Nabi Daud ‘alaihis salam.
Contoh pekerjaan dengan tangan
adalah bercocok tanam, kerajinan, mengolah kayu, pandai besi, dan
menulis. Demikian disebutkan dalam Minhatul ‘Allam karya Syaikh ‘Abdullah bin Sholih Al Fauzan, 6: 9.
Jual Beli yang Mabrur
Mata pencaharian kedua yang
terbaik adalah jual beli yang mabrur. Kata Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan,
jual beli yang mabrur adalah jual beli yang memenuhi syarat dan rukun
jual beli, terlepas dari jual beli yang bermasalah, dibangun di atas
kejujuran, serta menghindarkan diri dari penipuan dan pengelabuan. Lihat
Minhatul ‘Allam Syarh Bulughil Maram, 6: 9.
Mana Saja Jual Beli yang Mabrur?
Sebagaimana dijelaskan di atas,
jual beli mabrur adalah jika memenuhi syarat dan rukun jual beli. Apa
saja syarat yang mesti diperhatikan? Di antaranya adalah: 1- ridho
antara penjual dan pembeli, 2- barang yang dijual mubah pemanfaatannya
(bukan barang haram), 3- uang dan barang bisa diserahterimakan, 4- tidak
ada ghoror (ketidakjelasan).
Adapun jual beli yang bermasalah adalah: 1- jual beli yang mengandung ghoror seperti jual beli dengan sistem ijon, 2- jual beli yang mengandung riba, 3- jual beli yang mengandung dhoror
(bahaya) pada pihak lain seperti menimbun barang, 4- jual beli yang
mengandung pengelabuan, 5- jual beli yang terlarang karena sebab lain
seperti jual beli pada shalat jum’at, jual beli di lingkungan masjid dan
jual beli barang yang digunakan untuk tujuan haram. Jual beli yang
mabrur berarti harus meninggalkan jual beli yang bermasalah ini.
Perintah Giat Bekerja
Hadits yang kita kaji juga
menunjukkan agar kita semangat dalam mencari nafkah dan bekerja dengan
menempuh jalan yang halal. Perintah ini juga disebutkan dalam firman
Allah,
هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
“Dialah
Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala
penjurunya dan makanlah sebahagian dari rizki-Nya. Dan hanya
kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al Mulk: 15). Bahkan giat bekerja dalam rangka mencari nafkah adalah jalan yang ditempuh para nabi ‘alaihimush sholaatu was salaam.
Sebagaimana disebutkan bahwa Nabi Daud mendapatkan penghasilan dari
hasil keringat tangannya sendiri. Sedangkan Nabi Zakariya ‘alaihis salam bekerja sebagai tukang kayu. Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah menjadi pengembala kambing, bahkan pernah menjadi pedagang dengan menjualkan barang milik Khodijah radhiyallahu ‘anha.
Lantas Manakah Pekerjaan yang Terbaik?
Para ulama berselisih pendapat
dalam hal ini. Imam Al Mawardi, salah seorang ulama besar Syafi’i
berpendapat bahwa yang paling diberkahi adalah bercocok tanam karena
tawakkalnya lebih tinggi. Ulama Syafi’iyah lainnya yaitu Imam Nawawi
berpendapat bahwa yang paling diberkahi adalah pekerjaan dengan tangan,
dan bercocok tanam yang lebih baik dengan tiga alasan, yaitu termasuk
pekerjaan dengan tangan, tawakkal seorang petani itu tinggi dan
kemanfaatannya untuk orang banyak, termasuk pula manfaat untuk binatang
dan burung.
Menurut penulis Taudhihul Ahkam,
Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman Ali Bassam, pekerjaan terbaik adalah
disesuaikan pada keadaan setiap orang. Yang terpenting adalah setiap
pekerjaan haruslah berisi kebaikan dan tidak ada penipuan serta
menjalani kewajiban yang mesti diperhatikan ketika bekerja.
Kita dapat berdalil dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ
“Bersemangatlah melakukan hal yang bermanfaat untukmu dan meminta tolonglah pada Allah, serta janganlah engkau malas” (HR. Muslim no. 2664). Dan ditambah lagi pekerjaan terbaik adalah yang banyak memberikan kemanfaatan untuk orang banyak.
Moga Allah memberi keberkahan pada usaha kita dalam mencari nafkah dan bekerja keras. Hanya Allah yang memberi taufik.
---
@ Pesantren Darush Sholihin, Panggang-Gunungkidul, 7 Jumadal Ula 1434 H