Pengertian Salaf
Salaf secara bahasa berarti orang yang terdahulu, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah yang artinya,”Maka tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereka lalu kami tenggelamkan mereka semuanya (di laut). Dan Kami jadikan mereka sebagai SALAF dan contoh bagi orang-orang yang kemudian.”
(Az Zukhruf: 55-56), yakni kami menjadikan mereka sebagai SALAF -yaitu
orang yang terdahulu- agar orang-orang sesudah mereka dapat mengambil
pelajaran dari mereka (salaf). Oleh karena itu, Fairuz Abadi dalam Al Qomus Al Muhith
mengatakan, ”Salaf juga berarti orang-orang yang mendahului kamu dari
nenek moyang dan orang-orang yang memiliki hubungan kekerabatan
denganmu.” (Lihat Al Manhajus Salaf ’inda Syaikh al-Albani, ’Amr Abdul Mun’im Salim dan Al Wajiz fii Aqidah Salafish Sholih, Abdullah bin Abdul Hamid Al Atsary)
Mungkin banyak orang saat ini
yang merasa asing dengan kata salaf, namun kata ini tidaklah asing di
kalangan ulama. Imam Bukhari -ahli hadits terkemuka- menuturkan,”Rasyid
bin Sa’ad mengatakan,’Dulu para SALAF menyukai kuda jantan, karena kuda
seperti itu lebih tangkas dan lebih kuat’.” Kemudian Ibnu Hajar
menjelaskan dalam Fathul Bari bahwa salaf tersebut adalah para sahabat dan orang setelah mereka.
Imam Nawawi –ulama besar madzhab
Syafi’i- mengatakan dalam kitab beliau Al Adzkar, ”Sangat bagus sekali
do’a para SALAF sebagaimana dikatakan Al Auza’i rahimahullah Ta’ala, ’Orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat istisqo’
(minta hujan), kemudian berdirilah Bilal bin Sa’ad, dia memuji Allah
...’.” Salaf yang dimaksudkan oleh Al Auza’i di sini adalah Bilal bin
Sa’ad, dan Bilal adalah seorang tabi’in. (Lihat Al Manhajus Salaf ’inda Syaikh al-Albani)
Siapakah Salaf?
Salaf menurut para ulama adalah sahabat, tabi’in (orang-orang yang mengikuti sahabat) dan tabi’ut tabi’in (orang-orang yang mengikuti tabi’in). Tiga generasi awal inilah yang disebut dengan salafush sholih (orang-orang terdahulu yang sholih). Merekalah tiga generasi utama dan terbaik dari umat ini, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam,”Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi sesudahnya kemudian generasi sesudahnya lagi.” (HR. Ahmad, Ibnu Abi ’Ashim, Bukhari dan Tirmidzi). Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam
telah mempersaksikan ’kebaikan’ tiga generasi awal umat ini yang
menunjukkan akan keutamaan dan kemuliaan mereka, semangat mereka dalam
melakukan kebaikan, luasnya ilmu mereka tentang syari’at Allah, semangat
mereka berpegang teguh pada sunnah beliau shallallahu ’alaihi wa sallam. (Lihat Al Wajiz fii Aqidah Salafish Sholih dan Mu’taqod Ahlis Sunnah wal Jama’ah, Dr. Muhammad Kholifah At Tamimi)
Wajib Bagi Kita Mengikuti Jalan Salafush Sholih
Setelah kita mengetahui bahwa salaf adalah generasi terbaik umat ini, maka apakah kita wajib mengikuti jalan hidup salaf?
Allah telah meridhai secara
mutlak para salaf dari kaum muhajirin dan anshor serta kepada orang yang
mengikuti mereka dengan baik. Allah Ta’ala berfirman yang artinya,”Orang-orang
yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan
muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik,
Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah
menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan
yang besar.” (At-Taubah: 100). Untuk mendapatkan keridhaan yang mutlak ini, tidak ada jalan lain kecuali dengan mengikuti salafush sholih.
Allah juga memberi ancaman bagi siapa yang mengikuti jalan selain orang mukmin. Allah Ta’ala berfirman yang artinya,”Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin,
Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu
dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk
tempat kembali.” (An-Nisa: 115). Yang dimaksudkan dengan
orang-orang mukmin ketika ayat ini turun adalah para sahabat (para
salaf). Barangsiapa yang menyelisihi jalan mereka akan terancam
kesesatan dan jahannam. Oleh karena itu, mengikuti jalan salaf adalah wajib.
Menyandarkan Diri pada Salafush Sholih
Setelah kita mengetahui bahwa mengikuti jalan hidup salafush sholih adalah wajib, maka bolehkah kita menyandarkan diri pada salaf sehingga disebut salafi (pengikut salaf)? Tidakkah ini termasuk golongan/kelompok baru dalam Islam?
Jawabannya kami ringkas sebagai berikut:
[1] Istilah salaf bukanlah suatu yang asing di kalangan para ulama,
[2] Keengganan untuk menyandarkan diri pada salaf berarti berlepas diri dari Islam yang benar yang dianut oleh salafush sholih,
[3] Kenapa penyandaran kepada
berbagai madzhab/paham dan pribadi tertentu seperti Syafi’i (pengikut
Imam Syafi’i) dan Asy’ari (pengikut Abul Hasan Al Asy’ari) tidak
dipersoalkan?! Padahal itu adalah penyandaran kepada orang yang tidak
luput dari kesalahan dan dosa!!
[4] Salafi adalah penyandaran kepada kema’shuman secara umum (keterbebasan dari kesalahan) sehingga memuliakan seseorang,
[5] Penyandaran kepada salaf
bertujuan untuk membedakan dengan kelompok lainnya yang semuanya mengaku
bersandar pada Al Qur’an dan As Sunnah, namun tidak mau beragama
(bermanhaj) seperti salafush sholih yaitu para sahabat dan pengikutnya. (Lihat Al Manhajus Salafi ’inda Syaikh al-Albani).
”Penamaan salafi adalah bentuk penyandaran kepada salaf. Penyandaran seperti ini adalah penyandaran yang terpuji dan cara beragama (bermanhaj) yang tepat. Dan bukan penyandaran yang diada-adakan sebagai madzhab baru.” (Limadza Ikhtartu Al Manhaj As Salaf)
Solusi Perpecahan Umat
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam telah memberikan solusi mengenai perpecahan umat Islam saat ini untuk berpegang teguh pada sunnah Nabi dan sunnah khulafa’ur rasyidin –yang merupakan salaf umat ini-. Beliau shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Dan sesungguhnya orang yang hidup di antara kalian akan melihat perselisihan yang banyak, maka berpegang teguhlah kalian terhadap sunnahku dan sunnah khulafa’rosyidin yang mendapat petunjuk. Maka berpegang teguh dengannya dan gigitlah dengan gigi geraham.” (Hasan Shohih, HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Jalan Salaf adalah Jalan yang Selamat
Orang yang mengikuti jalan hidup Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan sahabatnya (salafush sholih) inilah yang selamat dari neraka. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda yang artinya,”Yahudi
telah terpecah menjadi 71 golongan; satu golongan masuk surga, 70
golongan masuk neraka. Nashrani terpecah menjadi 72 golongan; satu
golongan masuk surga, 71 golongan masuk neraka. Demi Dzat yang jiwa
Muhammad berada di tangan-Nya, umatku akan terpecah menjadi 73 golongan;
satu golongan masuk surga dan 72 golongan masuk neraka. Ada sahabat yang bertanya,’Wahai Rasulullah! Siapa mereka yang masuk surga itu?’ Beliau menjawab,’Mereka adalah Al-Jama’ah’.” (HR. Ibnu Majah, Abu Daud, dishahihkan Syaikh Al Albani). Dalam riwayat lain para sahabat bertanya,’Siapakah mereka wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab,’Orang yang mengikuti jalan hidupku dan para sahabatku.’ (HR. Tirmidzi)
Sebagai nasehat terakhir, ’Ingatlah, kata salafi –yaitu pengikut salafush sholih-
bukanlah sekedar pengakuan (kleim) semata, tetapi harus dibuktikan
dengan beraqidah, berakhlaq, beragama (bermanhaj), dan beribadah
sebagaimana yang dilakukan salafush sholih.’
Ya Allah, tunjukilah kami pada kebenaran dengan izin-Mu dari jalan-jalan yang menyimpang dan teguhkan kami di atasnya.
Alhamdulillahillazi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shollallahu ’ala Nabiyyina Muhammad wa ’ala alihi wa shohbihi wa sallam.
---
Tulisan di masa silam, oleh Muhammad Abduh Tuasikal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar