Hampir
tidak ada pada zaman ini seorang khatib Jum’at yang berkhutbah tidak di
atas mimbar. Mimbarnya pun bervariasi. Ada yang yang berbentuk kotak
biasa seperti di perkampungan, ada yang beratap seperti di perkotaan,
ada yang berbentuk tiga tangga seperti di beberapa pesantren, ada yang
berbahan kayu nan sederhana seperti di masjid kecil, ada yang berbahan
logam nan mewah seperti di masjid besar.
Lalu, bagaimanakah sejarah seputar mimbar yang dulu dipakai Nabi saat berkhutbah?
Asal Pembuatan Mimbar Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-
Sahl bin Sa’ad As-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu yang termasuk di antara para sahabat yang melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pertama kali memakai mimbar bercerita, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus
salah seorang sahabat kepada seorang wanita Anshar. Beliau ingin agar
wanita itu memerintahkan budaknya yang ahli pertukangan untuk membuatkan
beliau sebuah mimbar agar dapat berkhutbah dan duduk di atasnya. Budak
wanita tersebut kemudian membuat mimbar yang terbuat dari kayu thorfa
dari kota Ghabat (daerah sekitar Madinah ke arah Syam). Setelah jadi,
mimbar tersebut pun kemudian dikirimkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam [i].
Bentuk Mimbar Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-
Mimbar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbentuk tangga
biasa bertingkat, dengan tiga anak tangga. Beliau berdiri dan berkhutbah
di atas anak tangga kedua dan duduk (di antara dua khutbah) di atas
anak tangga ketiga [ii].
Ibnu An-Najjar rahimahullah berkata, ”Panjang mimbar Nabi adalah dua hasta satu jengkal dan tiga jari, sedangkan lebarnya satu hasta [iii].” Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, ”Mimbar
tersebut tetap dalam keadaan semula, hingga akhirnya di masa Khalifah
Mu’awiyah, Gubernur Marwan bin Al-Hakam menambah tingkatannya menjadi
enam tingkat [iv].”
Dan Pohon pun Menangis
Sebelum ada mimbar yang dibuatkan oleh budak wanita Anshar tadi, Nabi
biasa berkhutbah dengan bersandar pada sebatang pohon. Kemudian datang
mimbar baru (yang dipesan Nabi kepada seorang budak wanita Anshar –pen).
Tatkala mimbar tersebut diletakkan untuk menggantikan batang pohon yang
lama, si pohon pun menangis keras hingga suaranya terdengar seperti
unta hamil yang hampir melahirkan. Bahkan Nabi harus turun dari mimbar
barunya lalu meletakkan tangannya di atas pohon tersebut (agar ia tenang
–pen) [v].
Untukku dan Saudaraku …
Hasan Al-Bashri rahimahullah bila membicarakan hadits ini selalu menangis dan berkata, “Wahai hamba-hamba Allah, pohon saja merintih seperti unta melahirkan karena cinta dan rindu kepada Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang memiliki kedudukan mulia di sisi Allah. Kita sebenarnya lebih layak untuk merindukan pertemuan dengan beliau [vi].”
Ya, seandainya sebatang pohon yang tidak mengalami hisab di hari kiamat bisa merasakan cinta dan rindu mendalam pada Nabi kita -shallallahu ‘alaihi wa sallam-
yang mulia, tentunya kita yang banyak melakukan dosa, akan ditimbang
amalnya di hari pembalasan, belum ada jaminan untuk bisa masuk surga,
jauh lebih membutuhkan rasa cinta dan rindu yang dirasakan pohon
tersebut. Karena dengan rasa cinta dan rindu itu, serta buktinya yang
nyata, maka di akhirat kelak kita akan dikumpulkan bersama Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dalam surga Allah yang disediakan hanya untuk orang-orang beriman dan beramal shalih.
Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu bercerita,
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ
اللَّهِ صلّى الله عليه وسلم فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ مَتَى
السَّاعَةُ؟ قَالَ: “وَمَا أَعْدَدْتَ لِلسَّاعَةِ؟” قَالَ: حُبَّ اللَّهِ
وَرَسُولِهِ. قَالَ: “فَإِنَّكَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ”.
“Pernah seorang lelaki menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, kapankah datangnya hari kiamat?” Beliau pun menjawab, “Apa yang sudah engkau siapkan untuk hari kiamat?” Ia menjawab, “Kecintaan(ku) kepada Allah dan Rasul-Nya.” Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallamم pun bersabda, “Sesungguhnya kamu bersama yang engkau cintai.“”Hingga Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu pun berkata,
فَمَا فَرِحْنَا بَعْدَ
الإِسْلاَمِ فَرَحًا أَشَدَّ مِنْ قَوْلِ النَّبِىِّ صلّى الله عليه وسلم
“فَإِنَّكَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ”. فَأَنَا أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ فَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ وَإِنْ لَمْ
أَعْمَلْ بِأَعْمَالِهِمْ.
“Kami tidak pernah merasa gembira setelah masuk Islam, dengan
kegembiraan yang lebih besar daripada setelah mendengar sabda Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya kamu bersama yang engkau cintai.” Aku mencintai Allah, Rasul-Nya, Abu Bakar dan Umar, dan aku berharap akan ada bersama mereka (di hari kiamat –pen) walau aku tidak beramal sebagaimana mereka beramal.” [vii]Semoga Allah menganugerahkan kita rasa cinta dan rindu yang besar kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan sahabatnya serta mengumpulkan kita dengan mereka di tempat mulia,
yang kenikmatannya tak pernah terlihat mata, terdengar oleh telinga dan
terbersit di jiwa.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يِوْمِ الدِّيْنِ
Riyadh, Kamis, 22 Muharram1434 H (6 Desember 2012)Penulis: Muflih Safitra Editor: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id
[i] HR. Bukhari no.917 dan Muslim no.544.
[ii] HR. Ad-Darimi dalam kitab Sunannya (I/19) dan Abu Ya’la dalam kitab Musnadnya (I/19)), diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.
[iii] Akhbaar Madiinatir Rasuul (82)
[iv] Fathul Bari, 2: 399. Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Mimbar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terdiri dari tiga tangga sebagaimana hal ini ditegaskan dalam riwayat Muslim.” (Syarh Muslim, 5: 33) (ed).
[v] HR. Bukhari no.918, dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu.
[vi] Riwayat Abu Ya’la dalam Musnadnya no.2748.
[vii] HR. Muslim no.2639.
Hampir
tidak ada pada zaman ini seorang khatib Jum’at yang berkhutbah tidak di
atas mimbar. Mimbarnya pun bervariasi. Ada yang yang berbentuk kotak
biasa seperti di perkampungan, ada yang beratap seperti di perkotaan,
ada yang berbentuk tiga tangga seperti di beberapa pesantren, ada yang
berbahan kayu nan sederhana seperti di masjid kecil, ada yang berbahan
logam nan mewah seperti di masjid besar.
Lalu, bagaimanakah sejarah seputar mimbar yang dulu dipakai Nabi saat berkhutbah?
Asal Pembuatan Mimbar Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-