Layaknya bahtera berlayar mengarungi lautan, kadang terguncang ombak besar dan terpaan angin kencang. Saat itulah, sangat diperlukan keberadaan nahkoda yang handal. Nahkoda yang tenang dalam menghadapi masalah, cerdas dalam mengambil keputusan, tegas dalam menentukan kebijaksanaan, dan handal dalam menjalankan kepemimpinan. Agar bahtera dapat sampai dengan selamat sampai tujuan.
Begitu pula menjalani kehidupan rumah tangga, tentu tidak selalu
harum betabur bunga indah penuh warna-warni. Kadang muncul riak-riak
atau bahkan ombak yang menghadang keharmonisannya. Saat itulah
diperlukan sosok suami yang tangguh dalam kepemimpinan. Figur yang
menghantarkan pada keselamatan dunia dan akhirat.
Hal ini tentunya dimulai dengan usaha mencari calon suami yang shalih
sebagai pemimpin keluarga. Menjadi tugas para wali dari pihak wanita
untuk memilihkan teman hidup yang mempunyai kualitas agama yang baik.
Sehingga hal ini akan mendukung kualitas keshalihan istri dan
anak-anaknya.
Apalagi yang diharapkan seorang wanita kecuali kebahagiaan tatkala
pendamping hidup yang mengiringi hari-harinya adalah lelaki shalih.
Bukan hanya satu kebahagiaan yang direngkuh melainkan dua kebahagiaan.
Tiada berakhir nikmat bahagia itu saat meninggalkan dunia, namun akan
tetap ada ketika berpindah ke negeri akhirat. Karunia yang demikian
besar tentunya. Tidak ada karunia yang melebihi mendapatkan kebahagiaan
di dua negeri.
Terbersitlah tanya, hal apakah yang ada
pada diri suami yang shalih sehingga bisa menyumbang besarnya
kebahagiaan istri di dunia dan akhirat? Di antara hal tersebut yaitu
karena baiknya pengamalan terhadap firman Allah:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰ أَنْ
تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“...Dan bergaullah kalian (para suami) dengan mereka (para istri) dengan
cara yang makruf. kemudian bila kalian tidak menyukai mereka, (maka
bersabarlah) karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah
menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” [Q.S. An Nisa:19].
Ia adalah suami shalih yang bergaul dalam curahan kasih sayang, penuh
perhatian dan mengalah pada perkara yang bukan maksiat. Namun, ia tetap
tegas pada kesalahan istri dengan tanpa mengesampingkan hikmah dan
kelemahlembutan. Demikian pula tidak lepas dari bagusnya peneladanan
terhadap manusia terbaik dan termulia, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,. Sebagaimana yang
dituntut kepada setiap muslim untuk menjadikan beliau sebagai suri
teladan. Sehingga ia selalu mengambil contoh dari muamalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam`terhadap keluarganya, salah satunya dalam hadits beliau bahwa,
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya.” [H.R.
At Tirmidzi dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan At
Tirmidzi].
Mengacu kepada ayat dan hadits tersebutlah suami yang shalih
bermuamalah dengan istri dan keluarganya. Sehingga tidaklah ia akan
merendahkan atau menyakiti istrinya terlebih menzalimi. Melainkan ia
berusaha untuk berkata dan berperilaku berhiaskan akhlak yang baik. Ia
berikan yang menjadi hak-hak istri dengan penuh penunaian, tanpa
mengungkit-ungkit kebaikan yang telah dicurahkan. Ia bersabar atas
perangai yang tidak disukai dari pasangannya selama tidak dalam
pelanggaran syariat. Ia memaafkan kekurangan istri dalam menunaikan
hak-hak suami. Ia luruskan kebengkokan istri dengan cara yang halus dan
bijaksana.
Begitulah kesan eloknya pergaulan yang tercermin dari seorang suami
yang shalih. Suami yang bergaul dengan penuh pengertian akan keadaan dan
sifat seorang wanita. Suami yang memuliakan kedudukan dan hak istri.
Sehingga, tentulah akan mengukir kebahagiaan di hati seorang istri dalam
hidup bersanding bersamanya di alam dunia ini. Kebahagiaan di negeri
abadi pun dapat diraih, manakala suami yang shalih menyadari perannya
sebagai pemimpin dalam keluarganya. Pemimpin yang kelak dimintai
pertanggungjawaban. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam`, “Laki-laki (suami)
adalah pemimpin bagi keluarganya. Dan kelak ia akan ditanya (dimintai
pertanggungjawaban) tentang mereka.” [H.R. Al Bukhari dan Muslim]. Suami
yang melaksanakan tugasnya dalam menjaga diri dan keluarganya dari
siksa neraka yang pedih.
Ia berusaha mengamalkan firman Allah dalam salah satu ayat-Nya yang mulia:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
“Wahai orang-orang yang beriman jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu.” [Q.S. At Tahrim:6].
Usaha tersebut antara lain dengan menaruh perhatian terhadap
pendidikan agama melalui pengajaran ilmu dan penyampaian nasihat. Suami
yang menghasung dan membantu mereka dalam melakukan amal ketaatan. Tak
luput pula mencegah mereka dari berbuat kemungkaran, tidak membiarkan
terjadinya kemaksiatan dalam keluarganya. Hal ini pula, sebagai salah
satu wujud dari kecemburuan dan penjagaannya terhadap kehormatan istri
serta mahligai rumah tangganya.
Demikianlah gambaran indah suami yang shalih, yang mencintai istri
tidak hanya semata-mata cinta tabiat tapi juga cinta yang terpuji yaitu
cinta karena Allah, cintanya tumbuh dari dasar ketakwaan kepada Allah,
sehingga cintanya membawa manfaat baik di dunia maupun akhirat. Allahu
a’lam. [farhan].
http://hanifatunnisaa.wordpress.com/2012/04/06/suami-pilihan/
"pengingat bagi ana, agar lebih baik lagi dengan istri... maafkan ana yaa Zaujatii". Abu Bassam
http://hanifatunnisaa.wordpress.com/2012/04/06/suami-pilihan/
"pengingat bagi ana, agar lebih baik lagi dengan istri... maafkan ana yaa Zaujatii". Abu Bassam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar